Reporter: Indra Khairuman | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah menyadari bahwa adanya tantangan untuk memenuhi target pendapatan negara, dengan revisi proyeksi yang menunjukkan kondisi fiskal saat ini dan perlunya optimalisasi belanja untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Awalil Rizky, Ekonom dari Bright Institute, menjelaskan bahwa penurunan target rasio pendapatan negara dalam KEM-PPKF 2026 adalah pengakuan pemerintah mengenai kondisi fiskal saat ini dan proyeksi untuk 2026.
“Pemerintah selama ini seolah menolak mengakui (denial) atas kinerja pendapatan negara, terutama perpajakan, yang menurun,” ujar Awalil kepada Kontan.co.id, Rabu (21/5).
Penurunan ini dianggap sebagai tanda melemahnya aktivitas ekonomi, yang menunjukkan bahwa keadaan ekonomi saat ini tidak sedang baik.
Awalil juga menjelaskan bahwa target KEM-PPKF 2026 yang lebih rendah dibandingkan APBN 2025 didasarkan pada asumsi bahwa target 12,36% tidak akan tercapai.
Baca Juga: KEM-PPKF 2026: Pengumpulan Pendapatan Negara Tak Seagresif Tahun Ini
“Bahkan titik tengah dari rentang target (11,71%-12,22%) adalah hanya sebesar 11,97%,” kata Awalil.
Ini menunjukkan bahwa pemerintah memproyeksikan hasil tahun 2025 pun akan berada di bawah 12% dari PDB.
Lebih lanjut, Awalil menegaskan bahwa meskipun rasio perpajakan tidak mengalami penurunan target, yang mengalami penurunan signifikan adalah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
“Target KEM-PPKF 2026 kisaran 1,63%-1,70% (nilai tengahnya 1,67%),” ucap Awalil.
Ini berbeda dengan asumsi APBN 2025 yang mencapai 2,11% yang berkaitan dengan proyeksi harga komoditas yang tidak diperkirakan akan meningkat.
Awalil juga menekankan pentingnya optimalisasi belanja.
“Kebijakan fiskal saat ini dan tahun depan memang lebih baik mengoptimalkan belanja,” tegasnya.
Baca Juga: Kemenkeu Targetkan Defisit Anggaran Hingga 2,53% di Kerangka Ekonomi Makro PPKF 2026
Ia menegaskan bahwa optimalisasi tidak selalu berarti memotong belanja, tapi juga memprioritaskan belanja yang efektif untuk mendorong aktivitas ekonomi.
Awalil mengatakan bahwa kebijakan fiskal yang ada saat ini belum mendukung target pertumbuhan ekonomi yang diharapkan.
“Saya melihat dalam kaitan kebijakan fiskal (pendapatan, belanja, dan utang) masih belum mendukung target pertumbuhan ekonomi kisaran 5,2%-5,8%,” tambah Awalil.
Ini menandakan bahwa target tersebut terlihat hanya sebagai harapan untuk mencapai pertumbuhan yang lebih tinggi ke depannya.
Baca Juga: KEM-PPKF 2026 Dirilis, Ini Catatan Ekonom soal Target Ambisius Pemerintah
Selanjutnya: Rupiah Ditutup Menguat ke Rp 16.328 Per Dolar AS Hari Ini (22/5), Mayoritas Asia Naik
Menarik Dibaca: Dorong Infrastruktur Berkelanjutan, BritCham Gandeng Kemenko Bahas Akses Pendanaan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News