kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.923.000   8.000   0,42%
  • USD/IDR 16.335   -60,00   -0,37%
  • IDX 7.167   24,52   0,34%
  • KOMPAS100 1.045   4,88   0,47%
  • LQ45 815   2,85   0,35%
  • ISSI 224   0,76   0,34%
  • IDX30 426   1,90   0,45%
  • IDXHIDIV20 505   1,29   0,26%
  • IDX80 118   0,58   0,49%
  • IDXV30 120   0,61   0,51%
  • IDXQ30 139   0,24   0,17%

KEM-PPKF 2026: Pengumpulan Pendapatan Negara Tak Seagresif Tahun Ini


Kamis, 22 Mei 2025 / 14:57 WIB
KEM-PPKF 2026: Pengumpulan Pendapatan Negara Tak Seagresif Tahun Ini
ILUSTRASI. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan paparan pada Rapat Paripurna ke-18 Masa Persidangan III Tahun Sidang 2024-2025 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (20/5/2025). Rapat Paripurna tersebut beragendakan penyampaian pemerintah terhadap Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEMPPKF) RAPBN tahun anggaran 2026. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/foc.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Pemerintah menetapkan rasio pendapatan negara dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2026 berada dalam tren moderat dibandingkan tahun 2025.

Dalam dokumen resmi KEM-PPKF 2026, rasio pendapatan negara terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) diperkirakan berada di kisaran 11,71% hingga 12,22%. Angka ini lebih rendah dibandingkan target dalam APBN 2025 yang sebesar 12,36%.

Pengamat Pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai bahwa wajar jika target penerimaan negara pada tahun depan diturunkan.

Hal ini tidak terlepas dari ketidakpastian ekonomi pada 2026 yang diperkirakan masih tinggi. Selain itu, kebijakan tarif resiprokal yang diumumkan pada April 2025 juga turut mengoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang pada akhirnya akan menggerus kinerja penerimaan pajak 2025.

"Menurut saya menjadi wajar jika kemudian target rasio pendapatan negara lebih rendah dibandingkan tahun ini. Apalagi, ketidakpastian pada tahun depan diperkirakan masih tinggi," ujar Fajry kepada Kontan.co.id, Rabu (21/5).

Baca Juga: Kemenkeu Targetkan Defisit Anggaran Hingga 2,53% di Kerangka Ekonomi Makro PPKF 2026

Fajry mengatakan, penurunan target pendapatan negara di 2026 ini akan menjadi kabar baik bagi pelaku usaha.

"Karena hal tersebut menjadi sinyal jika pengumpulan pajak pada tahun depan tidak seagresif pada tahun ini," imbuhnya.

Ia berharap pelonggaran tekanan fiskal ini dapat memberikan “ruang bernafas” bagi pelaku usaha yang masih menghadapi ketidakpastian maupun lesunya permintaan pasar. 

Selain itu, pelonggaran target pendapatan negara di tahun depan juga diharapkan dapat menambah kepercayaan diri bagi para pelaku usaha untuk meningkatkan investasi pada tahun ini.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono menilai bahwa penurunan rasio pendapatan negara tersebut dikarenakan adanya penurunan dari rasio penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Baca Juga: Pemerintah Serahkan KEM-PPKF 2026 ke DPR Besok, Jadi Dasar Awal Pembahasan APBN 2026

Adapun dalam KEM-PPKF 2026, rasio PNBP ditargetkan dalam rentang 1,63% hingga 1,76% PDB. Angka ini lebih rendah jika dibandingkan dalam APBN 2025 sebesar 2,11%.

Sementara itu, rasio perpajakan (tax ratio) ditargetkan pada kisaran 10,08% hingga 10,45%. Batas atas ini sedikit meningkat jika dibandingkan tahun ini sebesar 10,24%.

"Penurunan rasio PNBP tidak terlepas dari asumsi makro yang digunakan di KEM-PPKF 2026. Harga minyak mentah pada 2026 berada di rentang US$ 60 hingga 80 per barel, sedangkan pada 2025 ada di US$ 82/barel," katanya.

Selain itu, asumsi lifting minyak mentah per hari juga turun di 2026 menjadi sebesar 600-605 ribu barel per hari. Sementara itu, di 2025 targetnya di 605 ribu barel per hari.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membeberkan berbagai upaya untuk mencapai target pendapatan negara di tahun 2025.

Bendahara Negara mengatakan, optimalisasi perluasan basis pajak akan dilakukan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi berdasarkan data dan risiko, termasuk penggunaan Coretax di dalam mengelola data dan perbaikan kebijakan perpajakan. 

"Kepatuhan wajib pajak ditingkatkan melalui penerapan pengawasan potensi perpajakan berbasis kewilayahan seiring dengan implementasi reformasi administrasi perpajakan, termasuk di dalamnya mengintegrasikan teknologi dengan peningkatan kerjasama antarinstasi dan antarlembaga," kata Sri Mulyani dalam Sidang Paripurna, Selasa (20/5).

Selain itu, penerapan Global Taxation Agreement menjadi peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan basis pajak melalui perpajakan korporasi multinasional yang seimbang dan adil.

"Pemerintah juga memberikan insentif fiskal secara terarah selektif dan terukur untuk sektor strategis agar akselerasi transformasi ekonomi dapat terus dilakukan," katanya.

Baca Juga: KEM-PPKF 2026 Dirilis, Ini Catatan Ekonom soal Target Ambisius Pemerintah

Selanjutnya: Penembakan Tragis Terhadap Staf Kedutaan Israel di Washington DC, Trump Angkat Bicara

Menarik Dibaca: Grand Indonesia Rayakan Hari Jadi ke-16 Lewat Inovasi Mode dan Kolaborasi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Digital Marketing for Business Growth 2025 : Menguasai AI dan Automation dalam Digital Marketing

[X]
×