Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini mendapatkan sederet mandat dan wewenang baik dalam hal Undang-Undang (UU) OJK maupun UU sektoral seperti UU Perbankan, UU Pasar Modal, UU Perasuransian, UU Dana Pensiun, hingga UU terkait penanganan pandemi Covid-19. Namun demikian, pemerintah menilai OJK belum menerapkan kewenangannya secara optimal sebagaimana mestinya.
Setali tiga uang dalam praktiknya, OJK masih membawa permasalahan lembaga jasa keuangan untuk dibahas di Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang seharusnya dapat ditangani oleh OJK berdasarkan kewenangannya. Oleh karenanya, pemerintah mendorong OJK untuk bertindak tegas dalam menjalankan tugasnya.
Agenda tersebut merujuk pada Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Sektor Keuangan atau RUU tentang Penanganan Permasalahan Perbankan, Penguatan Koordinasi, dan Penataan Ulang Kewenangan Kelembagaan Sektor Keuangan.
Baca Juga: OJK berencana menaikkan nilai minimal penawaran umum efek
Direktur Eksekutif Institute for Development on Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menganggap penguatan wewenang OJK dalam RUU Omnibus Law Sektor Keuangan sudah merupakan terobosan yang positif. Sehingga, bisa mempercepat keputusan permasalahan di sektor finansial.
Kendati demikian, putusan OJK atas kesepakatan anggota Forum Pengawasan Perbankan Terpadu musti melalui Menteri Keuangan (Menkeu) terlebih dahulu. Sebab, beleid tersebut mengangkat Menkeu sebagai Ketua KSSK dengan putusan final yang berada pada wewenangnya.
Sehingga Tauhid menilai, masalah sektor keuangan akan banyak diintervensi oleh kebijakan fiskal. Terutama dari sisi pembiayaan apabila terjadi indikasi krisis keuangan.
“Risikonya terlalu dominan, dan potensi kebijakan yang dikeluarkan saat eksekusi masalah bisa disalahgunakan, itu sangat terbuka lebar dalam hal BI menjadi solusi akhir krisis saat pajak turun dan defisit mentok. Atau, malah bisa menutupi kelemahan sektor keuangan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan,” kata Tauhid kepada Kontan.co.id, Senin, (30/11).
Baca Juga: Faktor yang menyebabkan meningkatnya likuiditas perekonomian pada Oktober 2020
Sebagai info, dalam naskah akademi RUU Omnibus Law Sektor Keuangan yang didapat Kontan.co.id, pemerintah menilai penanganan permasalahan bank saat ini masih berlarut-larut karena adanya kecenderungan OJK untuk melakukan penyehatan terhadap bank bermasalah. Termasuk mencari investor walau waktu penyehatan bank sudah melampaui batas yang ditetapkan dalam peraturan perundangan-undangan.
Alhasil, ada tiga poin penting dalam RUU Omnibus Law Sektor Keuangan yang mengatur ulang wewenang OJK. Pertama, penegasan kewenangan OJK untuk menetapkan status pengawasan dan kewenangan pengawasan pada setiap tahapan status bank antara lain bank dalam pengawasan normal, bank dalam penyehatan, bank dalam resolusi, hingga penetapan bank sistemik dan penetapan status pengawasan bank.
Penguatan kewenangan OJK dalam koordinasi pengawasan perbankan terpadu juga tergambarkan dalam peran baru yakni sebagai koordinator Forum Pengawasan Perbankan Terpadu. Selain itu, terdapat penegasan kewenangan penetapan kebijakan makropudensial non-perbankan sesuai hasil kesepakatan perumusan kebijakan makroprudensial dalam rapat KSSK.
Baca Juga: Ini kata ekonom soal upaya OJK menjaga stabilitas industri keuangan di tengah pandemi
“OJK menyampaikan hasil penetapan dan permutakhiran daftar bank sistemik kepada KSSK,” Pasal 9 RUU Omnibus Law Sektor Keuangan. Ketetapan OJK itu, setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Kedua, apabila terdapat bank dalam pengawasan normal mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, OJK berwenang melakukan tindak lanjut. Misalnya, membatasi kewenangan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), komisaris, direksi, dan pemegang saham, OJK memelihara data mengenai pemegang saham pengendali dan ultimate shareholder.
Ketiga, penguatan pengawasan secara terintegrasi termasuk konglomerasi keuangan di bawah Ketua Dewan Komisioner OJK. Selain itu, Ketua Dewan Komisioner OJK menetapkan keputusan akhir apabila musyawarah tidak terdapat mufakat dan dapat mengintervensi kebijakan kepala eksekutif.
Selanjutnya: Ini respons OJK soal polemik pemberhentian Direksi BRI
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News