Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Tendi Mahadi
Alhasil, ada tiga poin penting dalam RUU Omnibus Law Sektor Keuangan yang mengatur ulang wewenang OJK. Pertama, penegasan kewenangan OJK untuk menetapkan status pengawasan dan kewenangan pengawasan pada setiap tahapan status bank antara lain bank dalam pengawasan normal, bank dalam penyehatan, bank dalam resolusi, hingga penetapan bank sistemik dan penetapan status pengawasan bank.
Penguatan kewenangan OJK dalam koordinasi pengawasan perbankan terpadu juga tergambarkan dalam peran baru yakni sebagai koordinator Forum Pengawasan Perbankan Terpadu. Selain itu, terdapat penegasan kewenangan penetapan kebijakan makropudensial non-perbankan sesuai hasil kesepakatan perumusan kebijakan makroprudensial dalam rapat KSSK.
Baca Juga: Ini kata ekonom soal upaya OJK menjaga stabilitas industri keuangan di tengah pandemi
“OJK menyampaikan hasil penetapan dan permutakhiran daftar bank sistemik kepada KSSK,” Pasal 9 RUU Omnibus Law Sektor Keuangan. Ketetapan OJK itu, setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Kedua, apabila terdapat bank dalam pengawasan normal mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, OJK berwenang melakukan tindak lanjut. Misalnya, membatasi kewenangan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), komisaris, direksi, dan pemegang saham, OJK memelihara data mengenai pemegang saham pengendali dan ultimate shareholder.
Ketiga, penguatan pengawasan secara terintegrasi termasuk konglomerasi keuangan di bawah Ketua Dewan Komisioner OJK. Selain itu, Ketua Dewan Komisioner OJK menetapkan keputusan akhir apabila musyawarah tidak terdapat mufakat dan dapat mengintervensi kebijakan kepala eksekutif.
Selanjutnya: Ini respons OJK soal polemik pemberhentian Direksi BRI
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News