kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Omnibus Law Perpajakan, CITA: Relaksasi ini akan mengorbankan penerimaan pajak


Selasa, 07 Januari 2020 / 20:36 WIB
Omnibus Law Perpajakan, CITA: Relaksasi ini akan mengorbankan penerimaan pajak
ILUSTRASI. Yustinus Prastowo, Direktur Eksekutif CITA. foto dok.pribadi


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan Umum dan Fasilitas Perpajakan Untuk Penguatan Perekonomian atau Omnibus Law Perpajakan resmi masuk daftar program legislasi nasional (prolegnas) 2020.

Pemerintah menargetkan aturan sapu jagat ini bisa diundangkan pada akhir 2020 atau paling lama di 2021. Implementasi dari RUU tersebut bisa lebih cepat bila pembahasan dengan legislatif lancar.

Apalagi beleid tersebut dirancang pemerintah sebagai suplemen penambah gairah untuk investasi bila mana RUU Cipta Lapangan Kerja diundangkan di periode semester II-2020.

Namun demikian, pemerintah tidak menutup mata bahwa Omnibus Law Perpajakan akan berdampak terhadap penurunan penerimaan pajak ketika sudah diimplementasikan.

Otoritas Perpajakan memprediksi potential loss dari penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 atau pajak korporasi mencapai Rp 53 triliun, bila tahun 2021 PPh Badan dipangkas dari 25% menjadi 22%.

Baca Juga: Kontroversi Omnibus Law: Ditolak Buruh, Didukung Pengusaha

Tak hanya itu, negara juga bakal kehilangan penerimaan dari PPh Pasal 23 atau pajak dividen. Tapi, pemerintah mengatakan potensi kehilangan pajak dari sana tidak terlalu besar. Sebagai gambaran, realisasi PPh Pasal 23 sepanjang tahun 2018 sebesar Rp 39,7 triliun.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, bila Omnibus Law Perpajakan diundangkan di tahun ini, kemungkinan terbesar penerimaan pajak yang hilang adalah dari PPh atas dividen.

Pemerintah  bakal menghapus PPh atas dividen baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Wajib Pajak (WP) Badan dalam negeri dengan kepemilikan di atas 25% tidak akan dikenakan PPh. 

Sedangkan yang kepemilikan lebih kecil dari 25% bisa juga bebas PPh asal menginvestasikan kembali dividennya di Indonesia dalam waktu tertentu.

Baca Juga: Tiga RUU omnibus law resmi masuk Prolegnas 2020

Begitu juga dengan WP orang pribadi yang normalnya terkena tarif PPh dividen 10%, maupun WP Badan dan orang pribadi asal luar negeri bisa dibebaskan dari PPh asal menginvestasikan kembali dividen di dalam negeri. 

“Prinsipnya relaksasi ini akan mengorbankan penerimaan pajak, potential lost akan terjadi. Apalagi relaksasi PPh dividen kemungkinan akan banyak disenangi oleh banyak orang,” kata Prastowo kepada Kontan.co.id, Selasa (7/1).

Sebelumnya, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Suryo Utomo mengatakan, bila substansi Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja sudah dijalankan dapat mendorong peningkatan investasi.

Skemanya, bila investasi meningkat akan menciptakan banyak basis pajak baru sebagai sumber penerimaan pajak, yaitu PPh Badan, PPh Pasal 21 dan pot/put lainnya, serta Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Baca Juga: HIPMI : Omnibus Law perlu perhatikan dua UU demi investasi

Di sisi lain, Omnibus Law Perpajakan juga mempunyai sejumlah pasal yang bisa menambah penerimaan pajak, misalnya dengan merangkul potensi ekonomi digital.

Mewajibkan setiap perusahaan digital yang mendapatkan manfaat ekonomi dari Indonesia harus membayar PPN. Sayangnya, belum menghitung potensi penerimaan dari ekonomi digital.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×