Reporter: Syamsul Ashar | Editor: Syamsul Azhar
KONTAN.CO.ID - DPR Resmi masukkan tiga Rancangan Undang-Undang (RUU) sapu jagat atawa omnibus law dalam daftar prioritas pembahasan tahun ini. Tiga RUU tersebut resmi masuk program legislasi nasional (prolegnas) 2020 sejak hari ini Senin, 6 Januari 2020.
Perincian ketiga RUU sapu jagat ini adalah Pertama, RUU tentang Cipta Lapangan Kerja (Omnibus Law). RUU ini akan membahas aturan yang berkaitan dengan 30 Kementerian/Lembaga (K/L). Dari situ dikelompokkan menjadi 11 klaster dalam RUU omnibus law cipta lapangan kerja. RUU ini akan membongkar sebanyak 79 UU dan 1228 pasal.
Kedua, RUU Tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian (Omnibus Law). RUU ini mengubah sebanyak 28 pasal dan mengamandemen tujuh Undang-Undang (UU) yaitu UU Pajak Penghasilan (PPh), UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN), UU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP), UU Kepabeanan, UU Cukai, UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) serta UU Pemerintahan Daerah. RUU ini terbagi dalam enam klaster. Yakni kesatu, tentang cara meningkatkan investasi melalui penurunan tarif Pajak Pajak Penghasilan (PPh) Badan dan PPh bunga.
Klaster kedua, sistem teritorial, yaitu bagaimana penghasilan deviden luar negeri akan dibebaskan pajak, asalkan diinvestasikan di Indonesia. Untuk Warga Negara Asing (WNA) yang merupakan subjek pajak dalam negeri, kewajiban perpajakannya khusus untuk pendapatannya di dalam negeri.
Tiga, mengatur subjek pajak Orang Pribadi (OP). Poin ini membedakan WNA, Warga Negara Indonesia (WNI). Orang Indonesia yang tinggal di luar negeri 183 hari, mereka bisa berubah menjadi subjek pajak luar negeri, jadi tidak membayar pajaknya di Indonesia. Sedangkan untuk orang asing yang tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari, mereka menjadi subjek pajak di dalam negeri dan membayar pajaknya di Indonesia dari penghasilannya yang berasal dari Indonesia.
Empat, tentang cara meningkatkan kepatuhan perpajakan dengan cara mengatur ulang sanksi dan imbalan bunganya. Sanksi perpajakan selama ini, jika telat bayar, kurang bayar, atau mereka melakukan pelanggaran maka sanksinya adalah bunganya cukup tinggi 2% sampai dengan 24 bulan sehingga suku bunga bisa mencapai 48%. Sebagai gambaran, saat ini sanksi menggunakan suku bunga yang berlaku di pasar, ditambah sedikit sanksi administrasinya. Diharapkan, Wajib Pajak (WP) merasa lebih patuh kepada UU juga dari pengkreditan pajak masukan, terutama untuk barang-barang pertanian.
Klaster kelima, untuk ekonomi digital, yaitu pemajakan transaksi elektronik yang dibuat sama dengan pajak biasa. Ini termasuk penunjukan platform digital untuk pemungutan PPN dan mereka yang tidak memiliki Badan Usaha Tetap (BUT) di Indonesia akan tetap bisa dipungut pajaknya.
Enam, insentif-insentif pajak seperti tax holiday, super deduction, tax allowance, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), PPh untuk surat berharga, dan insentif pajak daerah dari Pemda.
Sementara RUU Omnibus Law Ketiga yang masuk daftar prolegnas 2020 yang terbaru dan selama ini belum banyak di bahas adalah RUU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News