Reporter: Siti Masitoh | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah Indonesia menyatakan komitmennya untuk membebaskan bea masuk atas transmisi digital atau customs duties on electronic transmission (CDET), termasuk untuk produk digital dari luar negeri seperti Netflix dan Spotify.
Kesepakatan tersebut menjadi bagian dari paket perundingan penurunan tarif resiprokal oleh Amerika Serikat (AS) kepada Indonesia dari sebelumnya 32% menjadi 19%.
Pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar menjelaskan bahwa pembebasan CDET ini sebenarnya sudah sesuai dengan moratorium yang diberlakukan oleh World Trade Organization (WTO).
Baca Juga: Pemerintah Indonesia Sepakat Bebaskan Bea Masuk Netflix hingga Spotify
Organisasi perdagangan dunia tersebut resmi memperpanjang moratorium tarif bea masuk atas transmisi digital antarnegara hingga 31 Maret 2026.
"Selama moratorium ini berlaku, tidak boleh ada pengenaan bea masuk sama sekali atas transaksi digital lintas negara. Karena ini menyangkut kebijakan perpajakan internasional, maka pendekatannya harus multilateral," jelas Fajry kepada Kontan.co.id, Minggu (10/7).
Ia menambahkan bahwa jika Indonesia melanggar kesepakatan tersebut, negara lain bisa merasa dirugikan dan berisiko melakukan tindakan retaliasi.
Meskipun dalam Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-13 WTO di Abu Dhabi pada Februari 2024, Indonesia sempat mengajukan keberatan atas perpanjangan moratorium tersebut, Fajry menilai bahwa dalam konteks kesepakatan tarif dengan AS, langkah pembebasan bea masuk untuk produk digital adalah keputusan yang tepat.
"Kalau Indonesia kena retaliasi, kerugiannya bisa jauh lebih besar dibandingkan jika kita menurunkan tarif menjadi 19%. Uni Eropa dan Australia pun mendukung moratorium ini," tegasnya.
Baca Juga: Netflix Gunakan GenAI untuk Efek Visual di Serial Argentina El Eternauta
Sebagai informasi, sejak 1998, tarif bea masuk atas transaksi digital lintas negara telah dibebaskan berdasarkan moratorium yang disepakati dalam KTM ke-2 WTO di Jenewa. Moratorium ini terus diperpanjang, dan terakhir dikukuhkan dalam KTM ke-13 WTO di Abu Dhabi.
Namun demikian, Direktur Jenderal Bea dan Cukai saat itu, Askolani, sempat menyuarakan posisi kritis Indonesia terhadap perpanjangan moratorium tersebut.
"Posisi Indonesia saat KTM ke-13 adalah menolak diberlakukannya moratorium permanen terhadap bea masuk barang digital," ujar Askolani saat itu.
Menurut Askolani, masih banyak aspek yang perlu dibahas lebih lanjut dalam forum multilateral, termasuk soal definisi, cakupan, dan dampak ekonomi dari pembebasan bea masuk barang digital. Ia juga menyebut adanya perbedaan pandangan di antara anggota WTO.
Indonesia pun saat itu berada dalam satu barisan dengan India, Afrika Selatan, Argentina, dan Brasil yang mendorong agar bea masuk atas barang digital tetap bisa dikenakan, terutama demi melindungi kepentingan fiskal negara berkembang.
Baca Juga: Catat, Serial Wednesday Musim Kedua Tayang di Netflix Awal Agustus 2025
Meski demikian, upaya untuk mencabut moratorium secara permanen tampaknya sulit dilakukan, mengingat negara-negara maju seperti AS justru mendorong agar pembebasan bea masuk ini bersifat permanen.
Selanjutnya: Manulife Nilai Adanya Gejolak Geopolitik Berpotensi Pengaruhi Kinerja Unitlink
Menarik Dibaca: Samsung Z Fold 6 dengan Layar Dua Mode, Bisa jadi Smartphone Sekaligus Tablet
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News