Reporter: Bidara Pink | Editor: Handoyo .
Ia memerinci, skenario pertama, adanya kondisi yang membaik antara Rusia dan Ukraina setelah ditemukannya solusi yang menguntungkan (win-win solution). Dengan kondisi ini, diperkirakan adanya normalisasi harga baik minyak maupun komoditas non migas pada paruh kedua tahun ini.
Kondisi ini kemudian membawa peluang surplus neraca perdagangan untuk berada di kisaran US$ 20 miliar hingga US$ 30 miliar di sepanjang tahun 2022.
Skenario kedua, tidak ada perbaikan hubungan kedua negara sehingga diperkirakan peningkatan harga minyak dan komoditas non miags tetap berlanjut. Ini akan membawa surplus neraca perdagangan untuk melonjak lebih dari US$ 30 miliar di sepanjang tahun ini.
“Karena dua sisi tersebut, neraca perdagangan migas cenderung mencatat defisit yang melebar dan neraca perdagangan non migas cenderung tetap surplus meningkat,” tegasnya.
Kondisi tersebut tentu akan memberi keuntungan pada Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada jangka pendek maupun keseluruhan tahun ini karena ekspor juga menyumbang kedigdayaan pertumbuhan ekonomi.
Baca Juga: Penyaluran Kredit ke Sektor Petambangan Tumbuh Paling Tinggi di Januari 2022
Josua memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2022 ada di kisaran 4,5% yoy hingga 5,0% yoy dan di sepanjang tahun 2022 akan berada di kisaran 4,8% yoy hingga 4,9% yoy.
Namun, Josua menekankan, kinerja pertumbuhan ekonomi yang solid ini masih lebih disebabkan oleh kondisi dalam negeri yang membaik, seperti konsumsi rumah tangga yang meningkat serta kinerja lapangan kerja yang membaik.
Hanya, ia mengingatkan perlu waspada dari sisi Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi karena perang ini bila berkepanjangan bisa mendorong ketidakpastian investasi global dan termasuk ke Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News