Reporter: Rashif Usman | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) mencatatkan defisit pada kuartal I-2024. NPI pada kuartal I-2024 tercatat defisit US$ 6 miliar, setelah pada kuartal sebelumnya mencetak surplus US$ 8,6 miliar.
Asisten Gubernur, Bank Indonesia Erwin Haryono mengatakan kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal I-2024 tetap terjaga. Defisit transaksi berjalan tetap rendah di tengah kondisi perlambatan ekonomi global.
Transaksi berjalan mencatat defisit rendah di tengah kondisi perlambatan ekonomi global. Pada kuartal I-2024, transaksi berjalan defisit US$ 2,2 miliar atau 0,6% dari PDB. Sementara itu, transaksi modal dan finansial mencatatkan defisit yang terkendali seiring dampak peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global.
Defisit transaksi modal dan finansial pada kuartal I-2024 mencapai US$ 2,3 miliar, setelah pada kuartal sebelumnya mencetak surplus US$ 11,1 miliar.
Baca Juga: Di Hadapan DPR RI, Menkeu Beberkan Prestasi Presiden Jokowi dalam 10 Tahun Terakhir
Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan defisit yang terjadi pada NPI, transaksi berjalan, serta transaksi modal dan finansial mencerminkan kondisi permintaan dan persediaan instrumen valuta asing yang tak berimbang, sehingga memicu risiko pelemahan rupiah.
"Bank Indonesia perlu intervensi untuk menjaga stabilitas rupiah beberapa waktu terakhir ini, walau akhir-akhir ini sudah stabil menguat," kata David kepada Kontan, Senin (20/5).
David mengungkapkan, defisit neraca modal bisa saja berlanjut pada kuartal II-2024, mengingat ada musim repatriasi dividen pada pertengahan tahun.
Di sisi lain, neraca dagang Indonesia kemungkinan akan menunjukkan tanda pemulihan seiring reli harga komoditas mineral sejak akhir Februari 2024.
Namun kenaikan impor jasa termasuk kenaikan impor jasa perjalanan memasuki musim ibadah haji dan pembayaran bunga utang luar negeri dapat menahan neraca berjalan Indonesia tetap defisit.
Ia menambahkan, upaya pemerintah dalam menjaga stabilitas harga bahan pokok dan mempercepat pembangunan beberapa proyek infrastruktur cenderung mendorong impor, sehingga menambah defisit neraca berjalan Indonesia.
Selain itu, defisit neraca berjalan juga didorong oleh kenaikan harga energi terutama minyak bumi.
Baca Juga: BKF Klaim Core Tax System Mampu Tingkatkan Penerimaan Negara
"Dari sisi moneter, opsi pelemahan nilai tukar rupiah relatif dibandingkan negara mitra dagang," ucapnya.
Hal itu tercermin dari nilai tukar efektif riil atau Real Effective Exchange Rate (REER) Indonesia yang saat ini tercatat -1,36% year to date (YtD). Angka ini lebih kecil dibandingkan REER Thailand -3.34% YtD dan Jepang -6.13% YtD.
Menurutnya, hal ini dapat membantu menyeimbangkan defisit neraca berjalan Indonesia, terutama dari sisi impor baik untuk barang konsumsi seperti masyarakat mengurangi impor maupun dari barang modal atau sektor usaha menunda investasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News