kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.455.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.155   87,00   0,57%
  • IDX 7.743   -162,39   -2,05%
  • KOMPAS100 1.193   -15,01   -1,24%
  • LQ45 973   -6,48   -0,66%
  • ISSI 227   -2,76   -1,20%
  • IDX30 497   -3,22   -0,64%
  • IDXHIDIV20 600   -2,04   -0,34%
  • IDX80 136   -0,80   -0,58%
  • IDXV30 141   0,18   0,13%
  • IDXQ30 166   -0,60   -0,36%

Nasabah Danareksa gugat Rp 736,25 juta


Minggu, 26 September 2010 / 20:20 WIB
Nasabah Danareksa gugat Rp 736,25 juta


Reporter: Gloria Natalia |

JAKARTA. Karena modal investasinya dipermainkan, nasabah Danareksa menggugat PT Danareksa Sekuritas dan karyawannya, Fani Gunawan, ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Keduanya digugat Rp 736,25 juta.

Nasabah Danareksa, Muhammad Idris, menggugat Danareksa karena lalai menjalankan Sistem Operasional Prosedur (SOP) dalam transaksi saham dan melanggar hak subyektif nasabahnya. Idris turut menggugat Fani lantaran sales Danareksa itu melakukan transaksi menyimpang dengan menggunakan dana Idris.

Sidang gugatan sudah sampai pada agenda kesaksian ahli pada Kamis (23/9) lalu. Dalam kasus ini, yang berperan sebagai saksi ahli yaitu Christian Manulang, karyawan Bursa Efek Indonesia (BEI). Dalam kesaksiannya, Christian menjabarkan perusahaan efek harus bertanggugjawab atas tindakan karyawannya dalam mengelola dana tunai nasabah, termasuk pengelolaan dana nasabah yang salah prosedur.

“Sales adalah wakil dari broker sebagai perantara perdagangan efek; sehingga jika seorang sales lalai maka perusahaan efeklah yang bertanggung jawab,” paparnya saat bersaksi.

Lepas sidang, kuasa hukum penggugat Siti Nur Intihani menjelaskan, keterangan saksi ahli menunjukkan segala kesalahan sales merupakan tanggungjawab perusahaan efek.

“Perusahaan efek adalah fasilitator transaksi saham. Ada sales yang ditunjuk perusahaan efek untuk berkomunikasi dengan nasabah, termasuk membuka rekening,” kata Siti.

Sayangnya, kuasa hukum Danareksa, Atmajaya Salim, menolak berkomentar mengenai kasus ini dengan alasan tengah menunggu sidang berikutnya.

Dana hanya bersisa Rp 100 juta

Gugatan Idris bermula ketika ia menjadi nasabah Danareksa pada Juni 2007. Danareksa mengutus karyawannya, Fani, untuk menyerahkan satu set aplikasi pembukaan rekening yang harus diisi Idris sebagai syarat menjadi nasabah. Setelah mengisi aplikasi, Fani meminta Idris menyetor uang ke rekening Danareksa di BCA.

Idris menyetor tiga kali: Rp 50 juta pada 15 Juni 2007, Rp 125 juta pada 21 Agustus 2007, dan Rp 100 juta pada 18 Desember 2007. Namun, setelah menyetor Idris tidak pernah menerima salinan aplikasi syarat nasabah, walau telah berkali-kali memintanya. Sedangkan, rincian dana dari Idris kepada Danareksa telah dikirim Danareksa.

Dana Idris dikelola Fani sebagai modal dalam transaksi efek atas perintah Idris. Akumulasi keuntungannya sejak Juni 2007 hingga 8 Mei 2008 dalam transaksi jual beli saham blue chips dan IPO sebesar Rp 501 juta dan tertuang dalam Consolidated Position yang diberikan Fani.

Karena keuntungan hampir dua kali lipat modal, maka Idris pun menyetir lagi dana ke pihak ketiga pada 7 Mei 2008. Pihak ketiga ini merupakan rekomendasi Fani yang dinilai merupakan saham bagus. Ternyata, dana itu tidak digunakan untuk membeli saham milik pihak ketiga, melainkan untuk transaksi jual beli saham tanpa sepengetahuan Idris.

Apesnya, jumlah transaksi tanpa sepengetahuan Idris ini dilakukan sebanyak 444 kali. Menurut Idris, Danareksa dan Fani mendapat fee atas setiap transaksi jual beli saham itu. Akhirnya, pada 6 Agustus 2008 Idris menarik dananya dari rekening Danareksa yang bersisa hanya Rp 100 juta.

“Danareksa lalai dalam mengontrol secara internal karyawannya. Ia tidak mengawasi karyawannya yang melakukan transaksi ratusan kali. Bahkan, dari pengakuan Fani, dana nasabah yang satu dialirkan ke nasabah lainnya,” kata Siti.

Fani telah diputus pidana penjara 3 tahun karena terbukti melakukan penggelapan dana 13 nasabah. Ia divonis pada 11 Desember 2008 di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Vonis Fani dijadikan bukti bagi pihak Idris dalam menggugat Danareksa.

Idris sempat melapor ke Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Lewat surat bertanggal 21 Agustus 2009, Bapepam-LK menyatakan Danareksa melanggar ketentuan yang berlaku di bidang pasar modal. Pelanggarannya tentang pengawasan terhadap wakil dan pegawai perusahaan efek. Bapepam-LK minta Danareksa menyelesaikan masalahnya dengan Idris. Tak kunjung dituruti, Bapepam-LK meningkatkan status pemeriksaannya ke tahap penyidikan.

“Bapepam-LK menemukan dugaan baru yaitu Danareksa melakukan pelanggaran dalam hal pembukuan. Sampai saat ini Bapepam-LK masih menyidik kasus ini,” imbuh Siti.

Sembari menunggu hasil penyidikan Bapepam-LK, pihak Idris juga tengah menunggu gugatannya dikabulkan majelis hakim. Dalam perkara bernomor 1615/Pdt6/2009/PN.Jak.Sel, Idris menggugat Danareksa dan Fani ganti rugi berupa kerugian materiil Rp 736,25 juta dan imateriil Rp 1 miliar. Selain itu, Idris menuntut keduanya minta maaf secara terbuka di Kompas, Media Indonesia, dan Republika selama tiga hari berturut-turut.





JAKARTA. Karena modal investasinya dipermainkan, nasabah Danareksa menggugat PT Danareksa Sekuritas dan karyawannya, Fani Gunawan, ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Keduanya digugat Rp 736,25 juta.

Nasabah Danareksa, Muhammad Idris, menggugat Danareksa karena lalai menjalankan Sistem Operasional Prosedur (SOP) dalam transaksi saham dan melanggar hak subyektif nasabahnya. Idris turut menggugat Fani lantaran sales Danareksa itu melakukan transaksi menyimpang dengan menggunakan dana Idris.

Sidang gugatan sudah sampai pada agenda kesaksian ahli pada Kamis (23/9) lalu. Dalam kasus ini, yang berperan sebagai saksi ahli yaitu Christian Manulang, karyawan Bursa Efek Indonesia (BEI). Dalam kesaksiannya, Christian menjabarkan perusahaan efek harus bertanggugjawab atas tindakan karyawannya dalam mengelola dana tunai nasabah, termasuk pengelolaan dana nasabah yang salah prosedur.

“Sales adalah wakil dari broker sebagai perantara perdagangan efek; sehingga jika seorang sales lalai maka perusahaan efeklah yang bertanggung jawab,” paparnya saat bersaksi.

Lepas sidang, kuasa hukum penggugat Siti Nur Intihani menjelaskan, keterangan saksi ahli menunjukkan segala kesalahan sales merupakan tanggungjawab perusahaan efek.

“Perusahaan efek adalah fasilitator transaksi saham. Ada sales yang ditunjuk perusahaan efek untuk berkomunikasi dengan nasabah, termasuk membuka rekening,” kata Siti.

Sedangkan, kuasa hukum Danareksa, Atmajaya Salim, menolak berkomentar mengenai kasus ini dengan alasan tengah menunggu sidang berikutnya.

Dana hanya bersisa Rp 100 juta

Gugatan Idris bermula ketika ia menjadi nasabah Danareksa pada Juni 2007. Danareksa mengutus karyawannya, Fani, untuk menyerahkan satu set aplikasi pembukaan rekening yang harus diisi Idris sebagai syarat menjadi nasabah. Setelah mengisi aplikasi, Fani meminta Idris menyetor uang ke rekening Danareksa di BCA.

Idris menyetor tiga kali: Rp 50 juta pada 15 Juni 2007, Rp 125 juta pada 21 Agustus 2007, dan Rp 100 juta pada 18 Desember 2007. Namun, setelah menyetor Idris tidak pernah menerima salinan aplikasi syarat nasabah, walau telah berkali-kali memintanya. Sedangkan, rincian dana dari Idris kepada Danareksa telah dikirim Danareksa.

Dana Idris dikelola Fani sebagai modal dalam transaksi efek atas perintah Idris. Akumulasi keuntungannya sejak Juni 2007 hingga 8 Mei 2008 dalam transaksi jual beli saham blue chips dan IPO sebesar Rp 501 juta dan tertuang dalam Consolidated Position yang diberikan Fani.

Karena keuntungan hampir dua kali lipat modal, maka Idris pun menyetir lagi dana ke pihak ketiga pada 7 Mei 2008. Pihak ketiga ini merupakan rekomendasi Fani yang dinilai merupakan saham bagus. Ternyata, dana itu tidak digunakan untuk membeli saham milik pihak ketiga, melainkan untuk transaksi jual beli saham tanpa sepengetahuan Idris.

Apesnya, jumlah transaksi tanpa sepengetahuan Idris ini dilakukan sebanyak 444 kali. Menurut Idris, Danareksa dan Fani mendapat fee atas setiap transaksi jual beli saham itu. Akhirnya, pada 6 Agustus 2008 Idris menarik dananya dari rekening Danareksa yang bersisa hanya Rp 100 juta.

“Danareksa lalai dalam mengontrol secara internal karyawannya. Ia tidak mengawasi karyawannya yang melakukan transaksi ratusan kali. Bahkan, dari pengakuan Fani, dana nasabah yang satu dialirkan ke nasabah lainnya,” kata Siti.

Fani telah diputus pidana penjara 3 tahun karena terbukti melakukan penggelapan dana 13 nasabah. Ia divonis pada 11 Desember 2008 di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Vonis Fani dijadikan bukti bagi pihak Idris dalam menggugat Danareksa.

Idris sempat melapor ke Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Lewat surat bertanggal 21 Agustus 2009, Bapepam-LK menyatakan Danareksa melanggar ketentuan yang berlaku di bidang pasar modal. Pelanggarannya tentang pengawasan terhadap wakil dan pegawai perusahaan efek. Bapepam-LK minta Danareksa menyelesaikan masalahnya dengan Idris. Tak kunjung dituruti, Bapepam-LK meningkatkan status pemeriksaannya ke tahap penyidikan.

“Bapepam-LK menemukan dugaan baru yaitu Danareksa melakukan pelanggaran dalam hal pembukuan. Sampai saat ini Bapepam-LK masih menyidik kasus ini,” imbuh Siti.

Sembari menunggu hasil penyidikan Bapepam-LK, pihak Idris juga tengah menunggu gugatannya dikabulkan majelis hakim. Dalam perkara bernomor 1615/Pdt6/2009/PN.Jak.Sel, Idris menggugat Danareksa dan Fani ganti rugi berupa kerugian materiil Rp 736,25 juta dan imateriil Rp 1 miliar. Selain itu, Idris menuntut keduanya minta maaf secara terbuka di Kompas, Media Indonesia, dan Republika selama tiga hari berturut-turut.





Gloria Natalia

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Distribution Planning (SCMDP) Supply Chain Management Principles (SCMP)

[X]
×