Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Polemik mundurnya Direkrur Utama Pertamina, Karen Agustiawan terus bergulir. Alasan mundurnya Karen atas pertimbangan kehidupan pribadi dan keinginannya menjadi pengajar di Universitas Harvard dinilai ganjil.
Menurut pengamat ekonomi politik Ichsanudin Noorsy, pengunduran diri Karen harus dilihat secara mendalam dan terstruktur. Apalagi kata dia, saat ini Karen menjadi saksi dalam proses hukum di KPK yang menjerat mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini dan merembet ke berbagai pejabat negara lainnya.
“Pertanyaan besarnya mana masalah yang lebih besar lebih berat dengan seorang Karen Agustiawan apakah dengan masalah hukumnya yang ada di KPK atau dengan situasi-situasi yang berhadapan dengan pemerintah? secara psikologis lebih berat dalam masalah hukum dari pada persoalan elpiji, ribut dengan PLN, lebih berat masalah hukum. Logikanya gitu,” ujar Ichsanudin Noorsy dalam acara Kompas Malam, Jakarta, Selasa (19/8/2014).
Dia menjelaskan, gelagat ganjil dalam pengunduran diri Karen sudah diketahuinya sejak dua minggu sebelum Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan mengumumkan pengunduran diri Karen. Saat itu kata Noorsy, dia bertemu dengan Komisaris Utama Pertamina yaitu Sugiarto di Polda Metrojaya dan mendapatkan certita bahwa di internal Pertamina sendiri sudah melakukan fit & proper test terhadap kandidat Dirut Pertamina yang baru.
Dari cerita tersebut, ditambah dengan faktor hukum yang saat ini menghampiri Karen, Noorsy pun merasa yakin bahwa konstruksi peristiwa pengunduran Keran tidak seperti yang diceritakan Dahlan Iskan. Bahkan, dia pun mempertanyakan kata-kata Dahlan yang mengatakan pengunduran diri Karen tersebut menjadi rahasia Dahlan dan Karen.
Dari situ menurut Noorsy, Dahlan harus menjelaskan permasalahan ini secara jelas kepada publik.
“Saya mau katakan gini, pengunduran diri Karen Agustiawan ini adalah hak pribadinya itu benar. Tapi harus kita lihat.. sejauh mana pertagungjawabannya diterima atau ditolak. Dalam artian hukumnya, dia bisa bebas dari tuntutan selama dia memimpin Pertamina selama enam tahun,” kata dia.
Sementara itu, pengamat perminyakan dan energi, Kurtubi yang juga menjadi narasumber dalam acara tersebut mengatakan, apa yang dikatakan Noorsy mengenai keterkaitan Karen dengan hukum sangatlah menarik. Dia mengatakan, pengunduran diri Karen tersebut seakan-akan membuat wanita pertama yang menjadi dirut Pertamina ini, melepaskan diri dari masalah hukum yang saat ini masih menjadi saksi dalam kasus korupsi yang menejarat mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini.
Dari beberapa faktor keterikatan tersebut, Kurtubi mengatakan bahwa ketidakberesan masalah saat ini menurutnya disebabkan karena buruknya pengelolaan energi dimasa pemerintahan SBY.
“.. Perkara-perkara berikutnya ini menujukan kacau balaunya situasi perminyakan kita. SKK Migas kepalanya juga bermasalah, yang sekarang juga seperti itu (kepalanya). Mantan Dirut Pertamina juga ada kaitannya dengan perkara-perkara itu dan bisa dikemudian hari beliau juga bisa jadi saksi. sementara subsidi BBM membengkak, produksi yang anjlok, ini betul-betul kacau balau,” kata Kurtubi.
Dari sisi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), anggota DPR dari Fraksi PDIP Efendi Simbolon meminta agar Dahlan Iskan segera menyampaikan masalah ini secara jelas ke publik maupun melalui Komisi VI DPR. Hal tersebut wajib dilakukan karena pengunduran diri sebagai Dirut BUMN seperti Pertamina harus melalui laporan pertanggungjawaban kepada DPR. (Yoga Sukmana)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News