Reporter: Petrus Dabu | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Langkah Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) menggandeng Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait fatwa haram BBM bersubsidi dinilai sebagai cermin ketidakmampuan pemerintah mengambil keputusan. Selain itu, efektifitasnya juga diragukan.
Menurut anggota Badan Anggaran DPR RI, Ecky Awal Mucharam, kalau sekedar himbauan moral untuk tidak menggunakan BBM bersubsidi tidak jadi masalah. Namun jika sampai membawa-bawa agama dinilai sudah terlalu jauh. “Dengan langkah ini, Menteri ESDM jadi seperti kehilangan akal sehat, karena di satu sisi Menteri Keuangan sudah teriak subsidi BBM melonjak sementara di sisi lain Presiden tidak ingin citranya rusak karena menaikkan harga BBM. Akhirnya MUI yang dijadikan bemper," ujarnya di Jakarta, Kamis (30/6).
Menurut Legislator PKS ini, pemerintah seharusnya menggunakan mekanisme insentif-disinsentif untuk mengontrol konsumsi BBM. Menurut Ecky, kalau ingin beban subsidi BBM turun maka lebih baik menggunakan cara yang terukur, seperti pembatasan konsumsi. “Dengan pembatasan konsumsi, kan lebih bisa diukur dengan jelas. Ini baru namanya kebijakan pemerintah, bukan gamang seperti ini” kata Ecky.
Dalam pandangan Anggota DPR dari Daerah Pemilihan Jawa Barat III ini, pemerintah seolah kehilangan legitimasi untuk menaikkan harga BBM karena masih banyaknya inefisiensi dalam menggunakan anggaran negara. “Pemerintah tidak pantas menaikkan harga BBM bersubsidi tanpa membenahi dulu pemborosan dan kebocoran anggaran negara,” pungkas Ecky.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News