Reporter: Astri Kharina Bangun | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Untuk mencegah berulangnya tragedi kemanusiaan terhadap tenaga kerja Indonesia, khususnya pembantu rumah tangga migran di Arab Saudi seperti yang menimpa Sumiati dan Kikim, pemerintah akan membenahi sistem perlindungan terhadap TKI di Arab Saudi.
"Kami memastikan TKI memiliki akses komunikasi yang bagus, misalnya setiap TKI punya ponsel, seperti yang diinginkan Presiden SBY. Ini supaya ada semacam early warning. Kedua, memberikan mereka cuti dan hak libur sehingga ada komunikasi. Contohnya di Hongkong," ujar kepala BNP2TKI Jumhur Hidayat.
Jumhur menambahkan, memperbaiki sistem perlindungan tidak melulu hanya dengan membuat MoU. Misalnya, dengan AS, Australia, Taiwan, dan Hongkong, Indonesia tidak punya MoU tapi perlindungan tenaga kerja kita bagus, UU hukum dan ketenagakerjaannya bagus.
"Kita dengan Malaysia punya MoU kenyataannya malah enggak bagus. MoU hanya salah satu instrument," tambahnya.
Instrumen lainnya adalah membuat semacam Indonesia Social Security Program. Misalnya, mereka harus dijemput di bandara, didampingi lawyer secara otomatis, harus didata secara online, ada penerjemah, ada tempat konseling, bisa mengontak call centre 24 jam, dan paket asuransi jiwa.
"Nah, kalau pihak sana tidak memenuhi semua itu, kita bisa menghentikan penempatan ke negara bersangkutan secara sepihak," tandasnya.
Jumhur menambahkan BNP2TKI juga merencanakan agar dibuat penempatan jenis live out system. Artinya, TKI tidak harus tinggal di rumah majikan selama 24 jam melainkan hanya pada jam bekerja. Selebihnya, mereka ditempatkan di asrama atau mess khusus. Hal ini sudah diberlakukan di Kuwait untuk sektor perawat jompo dan bayi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News