kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   0,00   0,00%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

MK tolak uji formil UU KPK, satu hakim beri dissenting opinion


Selasa, 04 Mei 2021 / 18:23 WIB
MK tolak uji formil UU KPK, satu hakim beri dissenting opinion
ILUSTRASI. Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat (tengah) bersama Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul (kiri) dan Saldi Isra (kanan)


Reporter: Abdul Basith Bardan | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mahkamah Konstitusi (MK) telah menolak uji formil terhadap Undang-Undang nomor 19 tahun 2019 tentang perubahan kedua UU nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Meski begitu, satu Hakim MK Wahiduddin Adams memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion) terkait putusan tersebut. Wahiduddin menyatakan UU 19/2019 memberikan perubahan fundamental terhadap postur, struktur, arsitektur, dan fungsi KPK.

Pembuatan UU dalam waktu yang cepat pun disebut menimbulkan pertanyaan besar. Meski pun hal itu tidak serta merta membuat UU yang ada menjadi inkonstitusional.

"Perubahan ini sangat tampak sengaja dilakukan dalam jangka waktu yang relatif sangat singkat serta pada momentum yang spesifik," ujar Wahiduddin dalam sidang pembacaan putusan yang disiarkan secara daring, Selasa (4/5).

Baca Juga: Dugaan suap di Ditjen Pajak, KPK tetapkan 6 tersangka

Wahiduddin menyebut bahwa pengesahan UU KPK itu dilakukan setelah adanya hasil Pemilu presiden dan Pemilu legislatif. Selain itu pembuatan UU juga dilakukan beberapa hari menjelang berakhirnya masa bakti anggota DPR 2014-2019.

Ia juga menyoroti pembuatan UU yang cepat dalam waktu 12 September 2021 hingga 17 September 2021. Sementara pemerintah perlu menyiapkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) sebagai konsekuensi UU KPK yang menjadi usulan DPR.

Berdasarkan ketentuan yang ada, terdapat waktu maksimal 60 hari dalam menyiapkan DIM. Cepatnya penyiapan DIM disebut dapat menimbulkan minimnya penyertaan masukan dari masyarakat.

"Hal ini tentunya menyebabkan sangat rendahnya, bahkan mengarah pada nihilnya jaminan konstitusionalitas UU a quo," terang Wahiduddin.

Wahiduddin menyebut tidak mendapatkan argumentasi yang dapat diterima terkait cepatnya pembuatan DIM tersebut. Padahal UU tersebut bersifat perubahan besar dan fundamental.

Oleh karena itu, Wahiduddin memilih untuk memutuskan pembentukan UU a quo bertentangan dengan UUD 1945. Sehingga UU tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Selanjutnya: Mahkamah Konstitusi (MK) tolak uji formil revisi UU KPK

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×