kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Minta kaji ulang GSW, DPRD DKI nilai Anies sedang mainkan peran politiknya


Minggu, 30 September 2018 / 16:44 WIB
Minta kaji ulang GSW, DPRD DKI nilai Anies sedang mainkan peran politiknya
ILUSTRASI. Proyek infrastruktur tanggul laut raksasa Teluk Jakarta


Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Narita Indrastiti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Usai mencabut izin reklamasi teluk Jakarta, Gubernur DKI Jakarta Anies meminta proyek giant sea wall (GSW) dipertimbangkan ulang. DPRD DKI Jakarta pun menganggap Anies Baswedan sedang bermain peran politiknya.

Ketua Fraksi Partai Nasdem DPRD DKI Jakarta Bestari Barus menilai, Anies tidak menguasai proyek GSW itu sendiri. Sebab, GSW ini merupakan upaya untuk mencegah tenggelamnya bagian utara Jakarta yang selama ini mengalami penurunan muka tanah 7,5-12 cm per tahun.

Sekadar tahu saja, proyek GSW ini diinisiasi oleh pemerintah pusat dalam hal ini adalah Bappenas. Untuk itu, Bestari menantang Anies apakah memiliki program lain untuk mengatasi tanah Jakarta.

"Program ini bukan yang dipikirkan dua sampai tiga hari, kalau Pak Anies memiliki program-program lain untuk mendongkrak tanah DKI ya ngga papa. Kalau belum ada, ya jalan kan program yang sudah ada saja," katanya kepada KONTAN, Minggu (30/9).

Apalagi, Jakarta bukanlah negara yang berdiri sendiri. Maka itu, kata Bestari, pemerintah daerah (pemda) seharusnya tidak perlu menghalang-halangi program yang sudah ada.

Senada, Sekretaris Komisi D DPRD DKI Jakarta Pandapotan Sinaga justru mempertanyakan kinerja Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) DKI Jakarta yang dibentuk Anies.

"Apakah TGUPP sudah memahami kalau GSW ini tidak ada dampaknya bagaimana? apakah sudah koordinasi dengan Bappenas soal ini selaku pembuat kajian pertama?," tambah dia ke KONTAN.

Dengan begitu, keduanya sepakat, ada unsur politik atas keputusan Anies akhir-akhir ini. Terlebih, GSW ini terintegrasi dengan reklamasi. "Anies lagi bermain politik, ngga tau kepentingannya apa," kata Pandapotan.

Padahal, lanjut dia, Anies tinggal lanjutkan proyek yang sudah ada sebelumnya. "Jangan membuat pekerjaan yang aneh-aneh yang belum dia pahami dan yg belum kuasi," ujar dia.

Sementara Bestari berpendapat, unsur politik ini erat kaitannya dengan janji kampanye Anies terdahulu. "Kalau mau mewujudkan (janji kampanye) sekalian saja itu wujudkan rumah tapak DP Rp 0, karena tidak mampu makanya diubah menjadi rumah yang ngga bisa dimiliki, itu saja bisa diterima kok, kok ini ngga bisa terima. Ini menurut saya politisasi saja," tutup dia.

Pembangunan GSW tetap dilanjutkan

Sementara itu Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menegaskan, GSW akan tetap dilanjutkan meski dengan atau tanpa reklamasi. Alasannya, GSW merupakan kebutuhan Jakarta, terutama untuk masa depan guna menjaga dari penurunan muka tanah dan kenaiakan permukaan laut.

"Tidak perlu ada studi-studi lagi, saya tegaskan mau dengan atau tanpa reklamasi itu aja," tutur Bambang belum lama ini. Adapun saat ini pemerintah baru membangun tanggul pantai saja.

"Kalau saatini tanggul pantai baru dibangun 20km dan akan diperpanjang 40km, kemungkinan baru 2025-2030 kita mulai membangun tanggulnya," tambah dia. Adapun untuk pendanaannya GSW sendiri, Bambang enggan ambil pusing.

Pasalnya, diketahui pihak swasta/pengembang yang berada di sekitaran GSW juga turut ikut. dalam pembiayaan. "Pendanaan bisa saja nanti kita pikirkan, yang pasti harus APBN dan non APBN," jelas dia.

Hal yang sama juga dikatakan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono yang menilai, pembangunan GSW tidak beprngaruh dengan reklamasi. Dirinya juga menyebut dari sisi design juga tidak akan berubah.

Sebelumnya Anies mengatakan, GSW yang ada di berbagai negara tidak menjadikan airnya bersih. Hal yang terjadi justru sebaliknya, tanggul menjadi tempat berkumpul air yang tercemar.

Padahal, seharusnya air tercemar itu bisa dilepas ke laut. "Di praktik berbagai negara kita review, setelah bertahun-tahun justru tidak menjadi air bersih. Justru sebaliknya, justru menjadi tempat berkumpul air-air yang membawa polutan," kata dia, akhir pekan lalu.

Anies menyebut tanggul itu bisa menjadi kobokan raksasa. Dia tidak ingin fenomena semacam ini terjadi di Jakarta. "Kita akan diskusi dengan Bappenas terkait ini dan kami tunjukkan hal-hal apa yang perlu diperhatikan agar fenomena kobokan raksasa itu tidak berulang di Jakarta karena di berbagai negara yang membangun tanggul seluas itu akhirnya menjadi kobokan raksasa," ujar Anies.

Dia mengatakan, hal yang paling dibutuhkan oleh masyarakat Jakarta sebenarnya adalah tanggul pantai, bukan tanggul laut. Sebab, tanah di Jakarta mengalami penurunan, sementara permukaan air laut mengalami naik turun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×