kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   -13.000   -0,85%
  • USD/IDR 16.200   -20,00   -0,12%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Menteri Susi: Subsidi BBM ke nelayan tak produktif


Senin, 26 Januari 2015 / 15:42 WIB
Menteri Susi: Subsidi BBM ke nelayan tak produktif
ILUSTRASI. Pertumbuhan Industri Mamin: Konsumen mebeli produk-produk minuman di sebuah supermarket di Depok, Senin (20/02/2023). KONTAN/Baihaki/20/02/2023


Sumber: Antara | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan dana subsidi BBM bagi kapal nelayan merupakan hal yang kurang produktif sehingga lebih baik dana tersebut dialihkan ke hal lainnya yang dinilai produktif.

"Saya lebih memilih subsidi BBM dialihkan untuk subsidi alat tangkap dan bibit yang merupakan hal-hal yang lebih produktif," kata Susi Pudjiastuti dalam rapat kerja Menteri Kelautan dan Perikanan dengan Komisi IV DPR RI di Jakarta, Senin.

Menurut Susi, harga solar bersubsidi dengan solar yang tidak bersubsidi saat ini sudah tidak jauh berbeda dan hanya selisih sekitar Rp1.000 per liter. Bahkan, ia berpendapat, bisa saja pada masa mendatang tingkat harga keduanya akan sama karena harga minyak dunia terus berubah.

Hal itu, ujar menteri, karena penentuan harga BBM bersubsidi membutuhkan koordinasi misalnya dengan DPR RI. Susi juga mengingatkan bahwa keberadaan Solar Pack Dealer untuk Nelayan (SPDN) juga kerap tidak ada dan tidak sampai ke beragam wilayah terpencil.

Sementara itu, Anggota Komisi IV DPR Ono Surono menyatakan bila ada pelaku penyimpangan BBM bersubsidi dalam sektor kelautan dan perikanan, maka hal tersebut bukanlah dari nelayan. "Kalau kita dengar selama ini, ada keterlibatan oknum," kata Ono dan menambahkan, keliru pula bila disebutkan bahwa jatah BBM untuk nelayan kecil diambil oleh nelayan besar.

Sebelumnya, Ketua Umum Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Yussuf Solichien mengatakan kebijakan melarang BBM bersubsidi ke kapal di atas ukuran 30 grosston (GT) adalah tidak tepat. "Kapal di atas 30 GT itu ada 40-50 nelayan kita. Nelayan pemilik dan pekerja itu bagi hasil. Biaya operasi untuk BBM bisa sekitar 65-70 persen sehingga bagi hasil untuk nelayan juga menjadi kecil," katanya.

Untuk itu, ia mendesak agar BBM bersubsidi diberikan kepada seluruh kapal ikan berbendera Indonesia. Selain itu, Ketum HNSI juga meminta agar nelayan tidak dianaktirikan karena pembudidaya perikanan sejak merdeka hingga kini belum mendapatkan subsidi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×