Reporter: Venny Suryanto | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) telah membeberkan update atau perkembangan skema teknis pembagian beban atau burden sharing atas biaya penanganan dampak pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PEN).
Menteri Keuangan, Sri Mulyani menjelaskan pemerintah telah melakukan langkah-langkah dan menghadirkan kebijakan baik dari sisi moneter maupun fiskal dalam rangka menangani dampak dari pandemi Covid-19.
Baca Juga: Kinerja tersengat pandemi corona, analis pangkas proyeksi target kontrak baru WTON
Dalam hal ini, Menkeu menjelaskan baik dari kebijakan fiskal maupun moneter keduanya diletakkan dalam posisi sejajar sebagai penjaga sekaligus pengelola kondisi ekonomi di Indonesia. Sehingga tidak hanya terpaku pada pandemi Covid-19 melainkan juga berfikir untuk pengelolaan jangka menengah panjang secara prudent, sustainable, credible dan prinsip hati-hati.
Menkeu mengatakan, langkah dalam melakukan burden sharing bersama BI ini dilakukan dengan memperhatikan kredibilitas dan integritas dari pengelolaan fiskal maupun moneter.
Di dalam skema burden sharing yang telah disepakati oleh pemerintah dan BI, Menkeu bilang pemerintah telah mengidentifikasi beban atau biaya penanganan Covid-19 ini yang dibagi dalam beberapa kategori.
Pertama, kategori public goods atau yang menyangkut hajat hidup masyarakat banyak yang memiliki eksternalitas besar dan positif bagi masyarakat. Dalam kategori ini yang termasuk adalah belanja bidang kesehatan sebesar Rp 87,55 triliun, bidang perlindungan sosial Rp 203,9 triliun, dan padat karya serta belanja untuk sektoral dan Pemerintah Daerah (Pemda) Rp 106,11 triliun.
Baca Juga: Volume pengangkutan anjlok, PGN minta relaksasi kontrak take or pay ke tahun depan
Ketiga bidang belanja ini dengan total Rp 397,56 triliun, BI dan Menkeu setuju untuk kategori public goods tersebut akan diterbitkan Surat Berharga Negara (SBN) yang langsung dibeli oleh BI dengan suku bunga acuan sebesar Reverse Repo Rate (RRR) yang akan ditanggung oleh BI juga seluruhnya.
“Sehingga beban bunga bagi pemerintah untuk SBN khusus yang diterbitkan dengan private placement adalah 0% dan BI sebesar reverese repo rate-nya,” Kata Menkeu dalam live conference, Senin (6/7).
Kedua adalah kategori belanja yang sifatnya dukungan dunia usaha UMKM dan korporasi yaitu Rp 123,46 triliun dalam rangka dukungan UMKm dan korporasi non UMKM. Dalam burden sharing, Menkeu menjelaskan dari sisi bunga adalah pemerintah akan menerbitkan SBN di pasar.
Namun dalam hal ini jika diterbitkan di pasar, BI sepakat bahwa suku bunga pasar itu akan dibagi dua sehingga BI akan menanggung sebesar suku bunga dari perbedaan suku bunga pasar sampai dengan 1% di bawah reverse repo rate. Sedangkan, pemerintah akan menanggung suku bunga 1% di bawah reverse repo rate BI. “Ini dilakukan melalui mekanisme market,” tambah Menkeu.
Baca Juga: Anggota Komisi XI ini setuju skema burden sharing BI dan pemerintah
Kategori ke tiga adalah untuk belanja lain yang menyangkut insentif usaha dan belanja-belanja komitmen pemerintah yang sebesar Rp 328,87 triliun, maka pemerintah akan menerbitkan SBN melalui mekanisme pasar dan seluruh suku bunga ditanggung oleh pemerintah.
Jadi dalam hal ini, Menkeu menjelaskan dari sisi suku bunga tidak ada burden sharing dengan BI untuk kategori yang ketiga. Menkeu juga bilang, dalam hal ini Menkeu dan BI akan tetap menjaga integritas dari mekanisme pasar. Ini hanya berlaku pada SBN yang dibeli dan dilakukan oleh BI di tahun 2020 khusus untuk kategori public goods.
Menkeu dan BI juga akan bersama-sama mengawal dampak dari keputusan mengenai pendanaan dan burden sharing ini terhadap keseluruhan tujuan ekonomi Indonesia yakni pemulihan ekonomi dari pandemi dalam hal ini adalah menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan inflasi.
Baca Juga: Ekonom Core: Tidak ada urgensi mengembalikan pengawasan perbankan ke BI
Dalam hal SKB, pemerintah juga akan melakukan tanda tangan dengan BI serta akan diatur hal-hal yang sifatnya mekanisme khusus dalam perjanjian kerja di tingkat Deputi Gubernur dan Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Resiko atau Dirjen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News