Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sampai dengan akhir Juli 2020, penerimaan pajak masih dalam posisi tertekan. Hal ini sejalan dengan pelemahan ekonomi akibat pandemi corona virus disease 2019 (Covid-19). Untuk bisa mencapai target penerimaan akhir tahun, penerimaan pajak hanya bisa berharap dari aktivitas ekonomi yang diharapkan kembali pulih.
Laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menunjukkan realisasi penerimaan pajak sampai dengan akhir Juli 2020 sebesar Rp 601,9 triliun, kontraksi 14,7% dibandingkan pencapaian di periode sama tahun lalu sebesar Rp 705,4 triliun. Tekanan penerimaan pajak bulan lalu semakin parah setelah pada Juni mengalami kontraksi 12,01% year on year (yoy).
Baca Juga: Sri Mulyani: Pemerintah siapkan perppu stabilitas sistem keuangan
Adapun komponen penerimaan pajak dilihat dari pajak penghasilan (PPh) Migas mencatat realisasi sebesar Rp 19,8 triliun, sehingga minus 44,3% yoy. Untuk pajak non-Migas mencapai Rp 582,1 triliun dengan pertumbuhan negatif 13,1% yoy.
Dengan demikian, khusus bulan Juli 2020 realisasi penerimaan pajak hanya menyumbang Rp 70,19 triliun. Dus, otoritas pajak perlu mengumpulkan Rp 596,92 triliun agar bisa mencapai target akhir 2020 sebesar Rp 1.198,82 triliun, di sisa periode semester II-2020 yang tinggal lima bulan lagi.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, meski aktivitas ekonomi membaik pada Juli lalu, namun kondisinya tidak seperti yang diharapkan oleh pemerintah. Menkeu bilang, padahal pemerintah berekspektasi ekonomi sudah kembali normal di bulan lalu.
Sri Mulyani tidak membeberkan, pos penerimaan pajak yang akan tertekan adalah pajak penghasilan (PPh). Hal tersebut tercermin dari realisasi PPh Pasal 21 sebagai basis pajak karyawan yang kontraksi hingga 20% secara tahunan. Begitu pula dengan PPh Badan yang minus 45,55% pada bulan lalu.
Baca Juga: Waduh, defisit APBN per Juli capai Rp 330 triliun
Hal tersebut, sejalan dengan kebijakan pemulihan ekonomi oleh pemerintah yang menanggung pajak karyawan, menurunkan tarif PPh Badan dari 25% menjadi 22%, dan diskon angsuran PPh Pasal 25 sebesar 30% dan diperbesar menjadi 50% sampai dengan massa pajak Desember 2020.
Meski begitu, Menkeu bilang pajak pertambahan nilai (PPN) setidaknya akan menolong penerimaan pajak di sisa semester II-2020. Namun, dengan catatan aktivitas ekonomi kembali pulih, khususnya pada lapisan masyarakat menengah dan atas.
“Namun yang diperhatikan PPN, pertumbuhan negatif di Juli lebih kecil dari Juni dan Mei, ini menunjukkan ada harapan, ini masih positif dan baik. Ini yang saya sebutkan pemulihan belum stabil sepenuhnya, masih rapuh tapi diharapkan bisa membaik seiring kebijakan pemerintah,” ujar Menkeu dalam Konferensi Pers Laporan APBN Periode Agustus, Selasa (25/8).
Baca Juga: Serapan insentif pajak melambat, Menkeu: Akan meningkat seiring pemulihan ekonomi
Adapun realisasi penerimaan PPN sampai akhir Juli 2020 sebesar Rp 219,5 triliun. Pencapaian tersebut kontraksi 12% secara tahunan bila dibandingkan dengan akhir Juli 2019 senilai Rp 249,3 triliun. Posisi realisasi PPN bulan lalu nyatanya lebih dalam dari kontraksi Mei-Juni 2020 yang masing-masing minus 8% dan minus 10,7%.
“Kami terus memantau aktivitas ekonomi Juli berlanjut Agustus lebih baik dari Mei dan Juni, tapi penambahan aktivitas ekonomi tidak seperti yang diantisipasi. Kita akan pantau aktivitas ekonomi yang tumbuhnya tidak terlalu cepat, sebab akan memengaruhi penerimaan pajak,” tambah Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News