Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menyatakan bahwa kapasitas neraca serta kondisi likuiditas BUMN bakal dipantau secara berkala, khususnya yang bergerak di sektor konstruksi dan ketenagalistrikan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, risiko akan terus dimonitor dan dievaluasi untuk memastikan pelaksanaan pendanaan infrastruktur tetap dalam koridor terjaganya kesehatan keuangan BUMN. Tak hanya oleh Kementerian Keuangan (Kemkeu) hal ini dilakukan antar kementerian/lembaga.
“Kemkeu bersama Kementerian BUMN dan Kementerian/Lembaga terkait juga melakukan pengelolaan risiko secara berkala melalui pemantauan terhadap kapasitas neraca serta kondisi likuiditas BUMN. Pemantauan risiko dilakukan untuk menjaga kondisi kesehatan keuangan BUMN yang memperoleh penugasan maupun memitigasi potensi risiko gagal bayar (default risk) yang ditimbulkan oleh BUMN yang menerima penugasan,” kata Sri Mulyani dalam keterangan tertulisnya yang diterima Kontan.co.id, Kamis (12/4).
Menurut dia, pemerintah menyadari adanya keterbatasan kemampuan BUMN secara korporasi dalam melaksanakan penugasan infrastruktur. “Oleh karena itu, Pemerintah selalu memegang prinsip kehati-hatian dan memberikan dukungan sepenuhnya untuk menjaga kondisi kesehatan BUMN dari risiko collapse,” ucapnya.
Dukungan itu diberikan melalui penambahan PMN, pemberian jaminan pemerintah, maupun pemberian margin dalam pelaksanaan Public Service Obligation. Selain Itu, pemerintah telah memastikan adanya alokasi dana dalam APBN untuk pembayaran atas pekerjaan yang diselesaikan oleh BUMN (sesuai dengan kontrak).
Sebelumnya, Lembaga pemeringkat Standard & Poor's menyoroti melemahnya kinerja neraca keuangan beberapa BUMN seiring dengan penugasan pemerintah kepada BUMN untuk pembangunan infrastruktur nasional.
Analis S&P Xavier Jean mencatat, utang dari empat perusahaan konstruksi besar milik negara naik 57% menjadi sekitar US$ 11,3 miliar atau setara Rp 156,2 triliun pada tahun lalu. Kenaikan utang ini bak alarm bahwa utang untuk mendanai proyek infrastruktur mulai overdosis.
Apalagi di saat bersamaan, rasio utang terhadap pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) pada 20 BUMN konstruksi telah meningkat 5 kali. Angka tersebut melonjak dibandingkan posisi pada tahun 2011 yang hanya 1 kali terhadap EBITDA.
Itu artinya, kemampuan laba perusahaan untuk membayar kewajiban utang semakin tergerus. "Ini adalah tren yang kami lihat secara serius, karena kami pikir itu akan bertahan, dan akan difokuskan pada 2018 dan menjelang pemilihan 2019," jelas Xavier.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News