kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.088.000   -7.000   -0,33%
  • USD/IDR 16.417   -75,00   -0,45%
  • IDX 7.854   106,16   1,37%
  • KOMPAS100 1.101   16,96   1,56%
  • LQ45 805   9,90   1,25%
  • ISSI 268   3,89   1,47%
  • IDX30 417   5,18   1,26%
  • IDXHIDIV20 484   5,68   1,19%
  • IDX80 122   1,41   1,17%
  • IDXV30 133   1,64   1,25%
  • IDXQ30 135   1,48   1,11%

Menkeu Janjikan Ekonomi 8% dengan Dana Rp 200 Triliun, Tapi Ada Pihak yang Ragu


Jumat, 12 September 2025 / 16:14 WIB
Menkeu Janjikan Ekonomi 8% dengan Dana Rp 200 Triliun, Tapi Ada Pihak yang Ragu
ILUSTRASI. Menkeu Janjikan Ekonomi 8% dengan Dana Rp 200 Triliun, Tapi Ada Pihak yang Ragu


Reporter: Adi Wikanto | Editor: Adi Wikanto

KONTAN.CO.ID - Jakarta. Rencana pemerintah mengguyur dana Rp 200 triliun ke bank pelat merah mulai hari ini, Jumat 12 September 2025 diyakini akan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Bahkan, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yakin target pertumbuhan ekonomi di pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

Namun ada juga yang meragukan keberhasilan pencapaian tersebut. Masalah perekonomian nasional bukan karena kekeringan likuiditas di perbankan, tapi permintaan kredit yang lamban.

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa  optimistis pertumbuhan ekonomi nasional bisa tembus 8% jika digerakkan bersama oleh mesin negara dan swasta. Optimisme ini ia sampaikan dalam diskusi strategis bertajuk Great Lecture dengan tema Transformasi Ekonomi Nasional: Pertumbuhan Inklusif Menuju 8 persen” yang diselenggarakan oleh GREAT Institute di Menara Bidakara pada Kamis (11/9/2025).

Baca Juga: Ucapan Di Podcast Viral, Keponakan Prabowo, Rahayu Saraswati Mundur Dari DPR

Menurut Purbaya, pertumbuhan ekonomi 8% bukan merupakan hasil akhir namun suatu kebutuhan yang mesti diusahakan dengan sungguh-sungguh bila Indonesia ingin lepas dari middle income trap.  “Lihat Jepang, Korea Selatan, dan China. Mereka pernah merasakan pertumbuhan dua digit dalam kurun waktu yang tidak singkat. Jika kita tidak mengusahakannya, maka kita akan selalu berada di posisi ini,” ujarnya dalam keterangan resmi.

Mantan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Indonesia tersebut melihat pangkal persoalan ekonomi saat ini terjadi karena likuditas yang kering, yang ditunjukkan oleh indikator M0 dalam perekonomian yang pertumbuhannya negatif.

Berdasarkan pengalaman Purbaya, peristiwa yang serupa hampir sama terjadi pada saat Pandemi Covid-19, sehingga ia menyarankan kepada Presiden Joko Widodo saat itu agar menarik uang Rp300 triliun di Bank Indonesia agar dikembalikan ke sistem perbankan melalui berbagai program pemulihan ekonomi. Hasilnya, ekonomi Indonesia tahun 2021 perlahan mulai pulih karena hantaman pandemi Covid-19. 

Resep yang serupa ini menurut Menteri Keuangan akan dapat menggerakkan ekonomi nasional. "Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dorongan likuditas dari sisi fiskal terus diperkuat," tegas Purbaya.

Menkeu juga melihat perlambatan ekonomi saat ini juga terjadi akibat peran sektor swasta yang belum optimal. "Pada periode Presiden SBY terjadi private-led growth (pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh sektor swasta), pertumbuhan kredit mengalir sehingga sektor swasta tumbuh. Sementara pada periode Presiden Jokowi terjadi state-led growth (pemerintah yang berperan besar mendorong perekonomian), dimana Pemerintah yang banyak berperan mendorong perekonomian, tetapi pertumbuhan kredit menurun dan utang naik, sekarang waktunya mesin ekonomi negara dan swasta bergerak," ujar Purbaya yang pernah mengenyam pendidikan sarjana di teknik elektro ITB.

Sementara itu, Ketua Dewan Direktur GREAT Institute Syahganda Nainggolan dalam sambutannya menilai bahwa pertumbuhan ekonomi bisa dicapai melalui pemerataan (growth through equity). "Pertumbuhan ekonomi Indonesia dicapai melalui program-program yang inklusif dan pro rakyat, sehingga pertumbuhannya yang tidak hanya tinggi secara angka, namun juga inklusif dan merata," ujar Syahganda.

Pada kesempatan yang sama, pelaksana tugas Ketua Dewan Komisioner LPS Didik Madiyono menyebut bahwa target pertumbuhan ekonomi akan dapat dicapai. "Dengan kerja keras, optimisme, dan sinergi, target dapat diupayakan!", ujar Didik. 

Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun yang hadir dalam kegiatan tersebut juga mengakui bahwa sektor riil saat ini sedang kekurangan dana. "Ekonomi 8% bukan suatu utopia dengan menggerakkan dua kebijakan fiskal dan moneter," ujar Misbakhun.

Politisi Partai Golkar ini juga optimistis Purbaya dengan pendekatan yang berbeda akan memberikan terobosan pada sisi fiskal. "Jangan berharap hasil yang berbeda dari cara yang sama dan orang yang sama," tegas Misbakhun.

Baca Juga: Inilah Rencana Skema Kompensasi Wuling Binguo EV Akibat Penurunan Harga

Belum terjadi kekeringan likuiditas

Direktur Eksekutif Sigmaphi Indonesia, Muhammad Islam meragukan strategi Menkeu Purbaya bisa efektif mendorong perekonomian nasional. Bahkan, Muhammad Islam menilai kebijakan tersebut salah sasaran karena akar masalah lemahnya penyaluran kredit perbankan bukan terletak pada likuiditas, melainkan pada permintaan kredit (demand) yang rendah.

“Persoalannya bukan keringnya likuiditas di pasar keuangan, tapi lemahnya prospek penjualan domestik dan daya beli masyarakat. Jadi, menambah likuiditas perbankan tidak otomatis mendorong kredit,” tegas Muhammad Islam dalam keterangan resmi.

Ia merujuk data OJK per Juni 2025 yang menunjukkan loan to deposit ratio (LDR) perbankan berada di level 86,5%, turun dari 88,3% bulan sebelumnya. Angka ini menandakan perbankan masih memiliki ruang untuk menyalurkan kredit, sehingga hambatan utamanya adalah lemahnya permintaan.

Islam menambahkan, nilai Rp 200 triliun yang dipindahkan itu sebenarnya hanya setara sekitar 4,73% dari total dana pihak ketiga (DPK) Himbara atau hanya 2,14% dari DPK perbankan nasional. Per Juni 2025, DPK Himbara tercatat Rp 4.228,32 triliun.

Dengan proporsi sekecil itu, dampaknya terhadap peningkatan kredit diperkirakan tidak signifikan. Islam menilai, tanpa memperbaiki akar masalah, dana pemerintah yang dialihkan ke Himbara berisiko hanya diparkir kembali dalam bentuk pembelian Surat Berharga Negara (SBN), alih-alih mengalir ke sektor riil.

Islam menyarankan, jika pemerintah ingin mendukung pembiayaan APBN, seharusnya menggunakan mekanisme Saldo Anggaran Lebih (SAL) atau Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) melalui persetujuan DPR.

Namun, pembiayaan APBN juga belum tentu efektif mendorong penyaluran kredit perbankan. Dunia usaha hanya mengajukan kredit jika prospek penjualan dan laba menjanjikan.

Masalahnya, kondisi dunia usaha tertekan banyak hal. Daya beli masyarakat yang lemah membuat konsumsi tertahan. 

Selain itu, persepsi risiko usaha yang tinggi, ketatnya persyaratan perbankan, hingga fenomena deleveraging pasca-krisis turut menekan minat meminjam.

Selanjutnya: Ekonom Sebut Insentif TKDN Bisa Tarik Investasi Tapi Berisiko Tekan IKM

Menarik Dibaca: Promo Superindo Hari Ini Periode 12-14 September 2025, Aneka Bawang Segar Diskon 20%

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Business Contract Drafting GenAI Use Cases and Technology Investment | Real-World Applications in Healthcare, FMCG, Retail, and Finance

[X]
×