kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.430.000   -10.000   -0,69%
  • USD/IDR 15.243   0,00   0,00%
  • IDX 7.905   76,26   0,97%
  • KOMPAS100 1.208   12,11   1,01%
  • LQ45 980   9,43   0,97%
  • ISSI 230   1,69   0,74%
  • IDX30 500   4,71   0,95%
  • IDXHIDIV20 602   4,65   0,78%
  • IDX80 137   1,32   0,97%
  • IDXV30 141   0,53   0,38%
  • IDXQ30 167   1,08   0,65%

Menkeu: Ekonomi Indonesia hanya kalah dari China


Selasa, 10 September 2013 / 15:03 WIB
Menkeu: Ekonomi Indonesia hanya kalah dari China
ILUSTRASI. Pekerja melakukan pemeriksaan rutin jaringan instalasi pipa di wilayah pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Salak yang berkapasitas 377 megawatt (MW) milik Star Energy Geothermal di Sukabumi, Jawa Barat.


Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tertinggi kedua di antara negara anggota G-20. Pertumbuhan ekonomi RI hanya kalah bersaing dengan China.

"Bicara data pertumbuhan ekonomi China di kuartal II-2013 mencapai 7,2 persen, Kedua tertinggi adalah Indonesia yang diperkirakan pada akhir tahun ini mencapai pertumbuhan 5,8-5,9 persen," kata Chatib saat membuka acara Seminar Inisiatif Program National Interest Account (NIA) di kantornya, Jakarta, Selasa (10/9/2013).

Data pertumbuhan ekonomi Indonesia itu masih lebih baik dibanding India yang diperkirakan hanya akan tumbuh 4,8 persen, Brazil 2,5 persen hingga Afrika Selatan yang hanya 2 persen. "Indonesia sampai akhir tahun (diperkirakan) bisa nomor dua negara tercepat di antara negara G-20," tambahnya.

Kendati demikian, Chatib masih memandang masih banyak persoalan yang harus diselesaikan seperti defisit anggaran, defisit neraca perdagangan, kondisi makro moneter hingga urusan nilai tukar rupiah serta Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Soal nilai tukar rupiah dibanding dollar AS, Chatib juga membanggakan dirinya di forum G-20 di Rusia akhir pekan lalu. Ternyata masih ada nilai tukar negara lain yang terpuruk dibanding nilai tukar dollar AS, yakni rupee India yang mengalami penurunan 15 persen (ytd). Sementara Indonesia hanya mengalami penurunan rupiah sebesar 11-12 persen (ytd).

Mata uang Turki juga menurun 12-13 persen. Kondisi serupa juga terjadi dengan mata uang Brazil dan Afrika Selatan.  Chatib menilai, penyebab rendahnya nilai tukar rupiah ini karena faktor internal dan eksternal.

Khusus untuk mengatasi defisit neraca perdagangan, pemerintah membuat kebijakan menaikkan BBM bersubsidi sehingga mengurangi impor BBM.

"Sehingga saat impor minyak turun, maka cadangan devisa akan membaik. Itu butuh waktu satu kuartal setidaknya sehingga posisi defisit neraca perdagangan bisa turun," tambahnya. (Didik Purwanto/Kompas.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management Principles (SCMP) Mastering Management and Strategic Leadership (MiniMBA 2024)

[X]
×