Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian atau Omnibus law perpajakan yang dihimpun Kontan.co.id, pemerintah telah menetapkan bahwa tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan turun secara bertahap.
Dalam Pasal 3 UU Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian berisi penyesuaian tarif PPh Badan dalam negeri dan bentuk usaha berupa penurunan tarif menjadi sebesar 22% yang berlaku pada Tahun Pajak 2021 dan tahun pajak 2022. Kemudian, sebesar 20% yang mulai berlaku pada tahun pajak 2023.
Pasal tersebut juga menegaskan syarat penerima insentif perpajakan tersebut akan memperoleh potongan tarif tambahan sebesar 3% jika penerimanya merupakan WP Badan dalam negeri berbentuk Perseroan Terbuka (PT).
Baca Juga: Inilah gambaran isi 23 pasal draf RUU Omnibus Law Perpajakan
Kemudian, jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan pada bursa efek di Indonesia paling sedikit 40%. Selanjutnya memenuhi persyaratan tertentu, yang ditetapkan berdasarkan peraturan pelaksana.
Di sisi lain, pemerintah juga memiliki skema lain dalam penurunan PPh Badan yang tertuang dalam naskah akademik RUU ombinus law perpajakan. Selain opsi penurunan secara bertahap, sebelumnya Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebutkan ada skenario kedua yaitu tarif PPh badan diturunkan secara langsung dari 25% menjadi 20% di tahun 2021.
“Berdasarkan skenario kedua pada penurunan tarif PPh badan secara langsung berdampak pada turunnya penerimaan pajak neto sebesar Rp 87 triliun pada tahun 2021. Akibatnya, belanja pemerintah juga turun, dan berdampak pada turunnya produk domestik bruto (PDB) dalam jangka pendek,” sebagaimana dikutip dalam naskah akademik RUU omnibus law perpajakan.
Baca Juga: Sebanyak 77,3 juta ha tumpang tindih, Jokowi minta satu peta jadi solusi
Setali tiga uang, Kemenkeu memproyeksikan pada 2021, tax ratio turun 0.54%. Sementara itu, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terkoreksi Rp 407 triliun, pertumbuhan ekonomi merosot 0,15%, penyerapan tenaga kerja turun 0,6%, konsumsi pemerintah koreksi 6,31%, serta menyumbang inflasi 0,1%.
Sementara itu, pemerintah meyakini perekonomian tumbuh dalam jangka panjang karena didorong peningkatan investasi, penyerapan tenaga kerja, dan konsumsi rumah tangga.
“Pada tahun 2030, kebijakan berdampak secara kumulatif terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 1,2%. Saat perekonomian mulai tumbuh, penerimaan pajak lain juga mulai tumbuh, yatu PPh orang pribadi, PPN, cukai, dan pajak lainnya,” sebagaimana dikutip dalam naskah akademik RUU omnibus law perpajakan.
Direktur Eksekutif Centern for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai meski pemerintah memilih akan menggunakan tax ratio secara bertahap, ada kemungkinan nantinya saat pembahasan dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) terjadi pengembangan masukan skema pengenaan tarif.
Artinya, terbuka peluang penurunan tarif PPh Badan langsung menjadi 20% di 2021. “Apalagi jika ternyata tekanan global meningkat,” kata Prastowo kepada Kontan.co.id, Kamis (6/2).
Baca Juga: Tak mau terulang, Luhut: Kasus Meikarta ini sangat menyakitkan bagi Indonesia
Sementara itu, Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam menambahkan, skema penurunan tarif yang diajukan dalam beleid sapu jagad perpajakan tentu memiliki beberapa dampak baik dari sisi perilaku perusahaan maupun juga terhadap penerimaan.
Dari sisi perilaku perusahaan, dalam hal investasi atau ekspansi, penurunan baik secara bertahap maupun langsung harusnya tidak banyak berbeda.
“Dari sisi dampak terhadap penerimaan, justru penurunan secara bertahap bisa mengantisipasi risiko potensi yang hilang secara drastis. Mungkin yang perlu diperhatikan dalam skema penurunan bertahap adalah risiko perilaku tax planning,” kata Darussalam kepada Kontan.co.id, Kamis (6/2).
Baca Juga: Bila PPh badan turun 20%, potensi kehilangan penerimaan mencapai Rp 87 triliun
Daurssalam menekankan bahwa RUU omnibus law perpajakan harus dilihat hanya salah satu bagian dari strategi besar untuk menggerakkan ekonomi Indonesia.
“Artinya justru jangan tanggungjawab pembenahan ekonomi semata-mata dibebankan pada sektor pajak semata. Ada area lain semisal infrastruktur, ketenagakerjaan, birokrasi, dan sebagainya,” ujar Darussalam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News