CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.170   -44,98   -0,62%
  • KOMPAS100 1.096   -6,56   -0,60%
  • LQ45 873   -3,12   -0,36%
  • ISSI 217   -1,51   -0,69%
  • IDX30 447   -1,07   -0,24%
  • IDXHIDIV20 540   0,64   0,12%
  • IDX80 126   -0,68   -0,54%
  • IDXV30 136   0,26   0,20%
  • IDXQ30 149   -0,14   -0,09%

Bila PPh badan turun 20%, potensi kehilangan penerimaan mencapai Rp 87 triliun


Kamis, 06 Februari 2020 / 10:48 WIB
Bila PPh badan turun 20%, potensi kehilangan penerimaan mencapai Rp 87 triliun
ILUSTRASI. Petugas melayani wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kemayoran


Reporter: Herlina KD | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) membuka opsi penurunan pajak penghasilan (PPh) Badan dari 25% menjadi 20% pada 2021. Meski demikian, insentif perpajakan ini membuat pemerintah berpotensi kehilangan penerimaan alias potential lost PPh Badan hingga Rp 87,44 triliun pada tahun yang sama.

Berdasarkan naskah akademik RUU omnibus law perpajakan yang diterima Kontan.co.id, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu mempunyai dua skenario dalam menurunkan PPh Badan. 

Skenario pertama yaitu tarif PPh badan diturunkan secara bertahap dari 25% menjadi 22% di tahun 2021 dan 2022, dan selanjutnya menjadi 20% di tahun 2023. 

Baca Juga: Wah, Kemenkeu buka opsi penurunan PPh Badan menjadi 20% pada 2021

Skenario kedua yaitu tarif PPh badan diturunkan secara langsung dari 25% menjadi 20% di tahun 2021. 

“Berdasarkan skenario kedua pada penurunan tarif PPh badan secara langsung berdampak pada turunnya penerimaan pajak neto sebesar Rp87 triliun pada tahun 2021. Akibatnya, belanja pemerintah juga turun, dan berdampak pada turunnya produk domestik bruto (PDB) dalam jangka pendek,” tulis naskah akademik RUU omnibus law perpajakan. 

Kemenkeu memproyeksikan pada 2021, tax ratio turun 0,54%. Sementara itu, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) koreksi Rp 407 triliun, pertumbuhan ekonomi melorot 0,15%, penyerapan tenaga kerja turun 0,6%, konsumsi pemerintah terkoreksi 6,31%, serta menyumbang inflasi 0,1%.  

Sementara itu, pemerintah meyakini perekonomian tumbuh dalam jangka panjang karena didorong peningkatan investasi, penyerapan tenaga kerja, dan konsumsi rumah tangga. 

“Pada tahun 2030, kebijakan berdampak secara kumulatif terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 1,2%. Saat perekonomian mulai tumbuh, penerimaan pajak lain juga mulai tumbuh, yaitu PPh orang pribadi, PPN, cukai, dan pajak lainnya,” sebagaimana dikutip dalam naskah akademik RUU omnibus law perpajakan. 



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×