kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.310.000 -1,13%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mengupas perlakuan BUT dalam omnibus law perpajakan


Rabu, 22 Januari 2020 / 22:33 WIB
Mengupas perlakuan BUT dalam omnibus law perpajakan
ILUSTRASI. Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Hestu Yoga Saksama


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah memperbarui ketentuan soal Badan Usaha Tetap (BUT) dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan Umum dan Fasilitas Perpajakan Untuk Pengutan Perekonomuan atau Omnibus Law Perpajakan.

Dalam pokok pembahasan perubahan worldwide system menjadi territorial system mengatuk lebih lanjut penghasilan tertentu di luar negeri. Pertama, penghasilan tertentu dari luar negeri yakni dari BUT di luar negeri yang diinvestasikan di Indonesia tidak dikenakan Pajak Penghasilan (PPh). 

Baca Juga: Pemerintah masih rumuskan substansi Omnibus Law sektor keuangan

Dalam hal ini investasi kurang dari 30% dari laba setelah pajak di luar negeri, selisih investasi sampai dengan 30% dikenai PPh, serta sisal aba setelah pajak di luar negeri tidak PPh. Kedua, PPh bagi Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN) dengan keahlian tertentu hanya atas penghasilan dari Indonesia yang berlaku selama empat tahun pertama.  

Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Hestu Yoga Saksama mengatakan ketentuan dalam Omnibus Law Perpajakan itu untuk mendorong SPDN yang memiliki penghasilan berupa dividen dari luar negeri untuk merepatriasi penghasilan tersebut ke dalam negeri. Sehingga memperkuat investasi di Indonesia dengan tidak mengenakan pajak atas dividen.

Lebih lanjut dia menyampaikan dalam konteks BUT, atas laba BUT pemerintah akan tetap mengenakan pajak sebagaimana laba perusahaan dari Wajib Pajak (WP) Badan dalam negeri.

Setali tiga uang, perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di mana hanya perusahaan operasional dari negara asal tetap membayar pajak atas laba yang dihasilkan di dalam negeri.

Baca Juga: Banjir omnibus law, ekonom Indef ingatkan pemerintah agar tidak salah fokus

Yoga bilang pemerintah saat ini masih merujuk pada aturan lama. Sementara, aturan teknis lebih lanjut masih dirumuskan. “Kami tetap berupaya untuk mendorong laba BUT diinvestasikan kembali di Indonesia,” kata Yoga kepada Kontan.co.id, Rabu (22/1).

Ketentuan perpajakan BUT untuk KKKS berada dalam payung hukum Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan akan disapu.

Pada, Pasal 26 ayat (4) menyebut apabila Penghasilan Kena Pajak setelah dikurangi pajak dari BUT tersebut diinvestasikan kembali di Indonesia, maka tidak akan dikenai PPh Final 20%. 

Lebih lanjut ini diatur dalam aturan pelaksana yakni Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 14 Tahun 2011 tentang Perlakuan Atas Penghasilan Kena Pajak Sesudah Dikurangi Pajak Dari Suatu Bentuk Usaha Tetap.

Baca Juga: Inilah daftar 50 RUU yang masuk program legislasi nasional (Prolegnas)

Dalam pasal 1 menyebutkan pengecualian dari pengenaan PPh diberikan apabila seluruh Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari suatu BUT ditanamkan kembali di Indonesia dalam empat bentuk.

Pertama, penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri. Kedua, penyertaan modal pada perusahaan yang sudah didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pemegang saham.

Ketiga, pembelian aktiva tetap yang digunakan oleh BUT untuk menjalankan usaha BUT atau melakukan kegiatan BUT di Indonesia. Keempat, investasi berupa aktiva tidak berwujud oleh BUT untuk menjalankan usaha BUT atau melakukan kegiatan BUT di Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×