Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Pemerintah sepertinya berusaha dengan sangat keras agar penerimaan negara tahun ini benar-benar aman. Salah satunya, dengan mengeluaran berbagai kebijakan yang berkaitan dengan tarif di sektor perpajakan.
Sektor tembakau dan rokok jadi salah satu sasaran. Setelah mengerek tarif cukai rokok, pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas produk hasil tembakau menjadi 9,1%. Pemerintah yakin, kenaikan tarif PPN bisa mendongrak penerimaan pajak tahun 2017.
Dalam APBN 2017, pemerintah mematok target penerimaan pajak sebesar Rp 1.307,3 triliun. Dari target itu, sebesar Rp 493,8 triliun diantaranya berasal dari PPN dan PPN barang mewah.
Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Goro Ekanto menilai dampak dari kenaikan tarif PPN rokok memang cukup signifian. "Lebih besar dari dampak kenaikan cukai rokok, atau diatas Rp 1 triliun" ujarnya, Minggu (8/1).
Menurutnya, meskipun kondisi industri rokok tengah menurun kenaikan tarif ini tidak akan terlalu berpengaruh. Seperti dieketahui, pada tahun 2016 lalu industri tembakau memang tak terlalu ngebul, bahkan anjlok 6 miliar batang sepanjang tahun lalu.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, pada 2015, produksi rokok mencapai 348 miliar batang. Namun pada 2016, produksi rokok hanya mencapai 342 miliar batang, turun 6 miliar batang atau minus 1,67 persen.
Menurut Goro, kebijakan ini telah dibiarakan dengan pelaku industri. Begitupun terhadap dampak lanjutan lainnya, seperti laju inflasi dan target kemiskinan.
Ekonom Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Latif Adam menilai, pemerintah memang harus benar-benar mewaspadai pergeraan laju inflasi tahun 2017. Berbagai kebijaan menyangut harga bisa mengancam.
Apalagi, rokok merupakan salah satu barang yang banyak dionsumsi masyaraat dan memiliki andil cukup besar terhadap angka kemiskinan dan daya beli masyarakat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News