Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Yudho Winarto
Sementara itu, Ekonom Bank Central Asia (BCA), David Sumual justru menanggapi naiknya ULN swasta sebagai sinyal yang baik bagi perekonomian. Tren dua tahun belakangan menunjukkan utang swasta terus turun.
“Setelah berakhirnya commodity boom era 2009-2014, utang menurun. Dulunya, kebanyakan ULN dipicu oleh perusahaan di sektor komoditas yang mau ekspansi usahanya. Sampai 2014 ketika harga komoditas melemah akhirnya utang menurun. Baru mulai pulih sekitar pertengahan tahun lalu saat harga komoditas juga mulai pulih,” terangnya.
David menjelaskan, kondisi ini juga terpengaruh oleh realisasi proyek infrastruktur pemerintah yang banyak bermitra dengan swasta. Di sisi lain, bank untuk menjaga likuiditasnya, sehingga banyak mengeluarkan obligasi atau aksi korporasi untuk mengantisipasi pencairan kredit, terutama di sektor infrastruktur.
“Saya pikir malah sinyal bagus, karena sebelumnya tren turun, untungnya waktu itu diimbangi utang pemerintah yang cukup tinggi. Jadi kalau secara pertumbuhan sebelumnya melemah,” ujar David.
Ia juga menduga, saat ini ada tren untuk mengantisipasi kenaikan suku bunga. “Jadi istilahnya mereka mau mengunci suku bunga di level rendah. Siapa tau nanti setahun dua tahun ke depan kalau The Fed terus menaikkan suku bunga, akan ada kecenderungan suku bunga global juga naik,” tuturnya pada KONTAN.
Ia berpendapat, selama peningkatan ULN saat ini diimbangi dengan naiknya pertumbuhan ekonomi dalam negeri, hal tersebut tidak menjadi masalah.
“Yang mengkhawatirkan justru jika perusahaan melakukan restrukturisasi, kepercayaan sedang rendah. Maka itu, sangat penting menjaga confidence pasar. Yang jadi bahaya jika bank luar negeri sudah tidak mau meminjamkan lagi,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News