Reporter: Syarifah Nur Aida | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Meski rilis Bank Indonesia (BI) menyebut rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) meningkat hingga menyentuh level 30,24%, Ekonom Bank Tabungan Negara Agustinus Prasetantyoko menilai angka tersebut masih dalam batas aman.
"Kalau mengikuti konsensus yang dipakai yakni Uni Eropa, selama belum di atas 60%, masih tergolong aman," ujarnya saat dihubungi KONTAN.
Jika acuan Uni Eropa terlalu ekstrem dan dipotong setengah pun yakni 30%, Agustinus menyebut Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia tetap berada di ambang batas wajar. Bahkan kata dia, dibanding negara ASEAN lain, rasio tersebut juga masih tergolong angka yang aman.
Agustinus mengingatkan bahwa kalau isu utang tidak sekadar dilihat dari hasil, namun soal efektivitas terutama di sektor swasta yang berbiaya relatif mahal.
Ada dua hal utama yang meningkatkan rasio utang meningkat. Pertama, karena kebutuhan untuk mengisi jurang di Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) meningkat. Kedua, karena faktor depresiasi nilai tukar rupiah.
Jika sebagian besar utang adalah dalam mata uang Dollar Amerika Serikat, maka nilai rupiah yang melemah ikut mempengaruhi. "Memang, rupiah kian menguat, tapi belum signifikan, belum terlalu sustainabel," paparnya.
Di sektor swasta, pada 2012 porsi utang sebesar US$ 126,25 miliar atau 50% dari total utang, meningkat di 2013 menjadi US$ 140,51 miliar atau 53,21% dari total utang.
Agustinus menilai, aman tidaknya sektor ini tergantung dari faktor apakah swasta yang dimaksud domestik atau luar negeri. "Kalau domestik lebih aman karena tidak ada risiko kurs," kata Agustinus.
Selain itu, kenaikan juga amat bergantung pada pasar keuangan. Saat ini, situasinya dinilai masih relatif konvensional, belum ada hedging.
Sementara itu, implikasi ke meningkatnya debt service ratio (DSR) disebabkan sebagian besar dari penerimaan ekspor dipakai untuk membayar utang. Dus, hasil ekspor yang bisa digunakan untuk pembangunan menjadi semakin kecil. "Ini menyebabkan profil risiko meningkat. Tentu saja suku bunga naik sehingga biaya untuk mendapatkan dana semakin meningkat," tambahnya.
Senada dengan Agustinus, Ekonom Bank Central Asia David Sumual mengutrakan bahwa rasio ULN masih terhitung aman. "Jika diukur dalam Dollar AS, masih cukup aman, tidak ada masalah," tukasnya. Meski masih aman, David menilai Indonesia tetap harus berhati-hati agar rasio ULN tak semakin membubung.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News