Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah mengadakan pertemuan dengan sejumlah pimpinan serikat pekerja untuk membahas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) pada Rabu (16/2).
Seperti diketahui, dengan berlakunya Permenaker 2/2022, maka Permenaker Nomor 19 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Salah satu pimpinan serikat pekerja yang bertemu Menteri Ketenagakerjaan adalah Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia Mirah Sumirat. Dalam pertemuan tersebut, Mirah menyampaikan tiga hal. Pertama, Permenaker 2/2022 bertentangan dengan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Dia mengatakan, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 19 Tahun 2015 sesungguhnya sudah sesuai dengan Undang Undang Nomor 40 Tahun 2004, dengan pertimbangan. Pasal 1 ayat 8; Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran. Pasal 1 ayat 9; Manfaat adalah faedah jaminan sosial yang menjadi hak peserta dan/atau anggota keluarganya.
Serta, Pasal 1 ayat 10; Iuran adalah sejumlah uang yang dibayar secara teratur oleh peserta, pemberi kerja, dan/atau pemerintah.
Baca Juga: Meski Tak Aktif Mengiur, Pekerja Masih Dapat Pertambahan Nilai Investasi JHT
Dari uraian Pasal 1 ayat 8, 9 dan 10 UU No 40 Tahun 2004 di atas, tegas dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan peserta adalah setiap orang yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia yang telah membayar iuran.
Artinya, pekerja yang mengundurkan diri dan diputus hubungan kerjanya (PHK) tidak lagi masuk dalam kategori peserta, karena ia sudah tidak bekerja dan berhenti membayar iuran. “Sehingga seharusnya pekerja dimaksud tetap diberikan hak untuk memilih kapan akan mengambil manfaat JHT,” ucap Mirah saat dihubungi, Kamis (17/2).
Kedua, Mirah menyampaikan kondisi faktual saat ini banyak korban PHK dengan berbagai penyebab, yang membutuhkan dana JHT miliknya untuk memenuhi kebutuhan hidup atau memulai usaha setelah berhenti bekerja.
Banyak juga pekerja yang di-PHK tanpa mendapatkan pesangon, antara lain karena dipaksa untuk mengundurkan diri dari perusahaan. Sehingga pekerja sangat berharap bisa mencarikan JHT yang menjadi haknya.
“Ketiga, kami meminta Menteri Ketenagakerjaan mencabut Permenaker 2/2022,” ujar Mirah.
Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah dalam pertemuan tersebut menjelaskan terkait dengan latar belakang keluarnya Permenaker 2/2022, tujuan dan maksud, serta hal-hal yag terkait dengan jaminan hari tua dan Jaminan kehilangan pekerjaan (JKP).
"Jika kita flashback, ketika Permenaker 19/2015 diberlakukan saat itu, kita belum memiliki alternatif skema jaminan sosial bagi pekerja yang kehilangan pekerjaan atau mengalami PHK. Jadi ada kekosongan regulasi yang mengatur orang kehilangan pekerjaan. Nah, saat ini setelah kita memiliki program JKP, kita mengembalikan hakikat JHT sebagai jaminan sosial hari tua," kata Ida.
Kenapa saat Permenaker Nomor 2/2022 sudah diundangkan, namun JKP belum efektif? Program JKP ini, kata Ida, sudah berjalan dengan dibayarkannya modal awal dan iuran peserta dari pemerintah sebesar Rp 6 triliun dan Rp 823 miliar.
Untuk manfaat JKP lainnya, Kemnaker juga sudah menyiapkan akses informasi pasar kerja lewat Pasker.ID serta menyiapkan lembaga-lembaga pelatihan untuk melaksanakan pelatihan re-skilling maupun up-skilling.
Ida juga menerangkan bahwa Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 yang diundangkan pada 4 Februari lalu akan diberlakukan secara resmi pada 4 Mei 2022 mendatang. Permenaker 2/2002 ini menjadi momentum untuk memberikan perlindungan paripurna bagi pekerja/buruh di masa tua/pensiun. Di sisi lain, untuk resiko PHK saat ini sudah terdapat program jaminan kehilangan pekerjaan (JKP).
Kata Ida, pada masa transisi ini Kemenaker akan fokus untuk menggencarkan sosialisasi setidaknya pada tiga aspek. Pertama, ketiga manfaat JKP yakni uang tunai, pelatihan kerja, dan akses informasi pasar kerja. Kedua, maksud dan tujuan Permenaker 2/2022 untuk melindungi resiko masa tua/pensiun pekerja/buruh.
Ketiga, imbauan kepada perusahaan untuk menghindari PHK. "Jikapun PHK harus dilakukan, maka hak-hak pekerja/buruh harus ditunaikan baik itu pesangon, uang penghargaan masa kerja, maupun uang penggantian hak. Jika tidak, sanksi tegas menunggu,” terang Ida.
Baca Juga: BPJS Watch: Dana Operasional BP Jamsostek Masih Wajar
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News