Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Bank Indonesia (BI) telah memangkas BI-Rate sebanyak lima kali, yakni pada Januari, Mei, Juli, Agustus, dan September masing-masing 25 basis poin (bps) menjadi 4,75%.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, pemangkasan suku bunga sebesar 125 bps tahun ini mempertimbangkan ruang pemangkasan yang terbuka dan kondisi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih di bawah potensinya.
Dari sisi global, pertumbuhan dunia melambat akibat tensi perdagangan dan ketidakpastian, sembari ekspektasi penurunan suku bunga acuan di Amerika Serikat (AS) meningkat.
Baca Juga: Bank Indonesia Masih Mencermati Peluang Penurunan BI-Rate Tahun Ini
Menurutnya, kombinasi pelemahan dorongan eksternal dan peluang penurunan suku bunga global memberi ruang bagi Indonesia untuk menggeser kebijakan dari sangat berhati-hati menjadi lebih mendukung pada pemulihan ekonomi dengan tetap menjaga nilai tukar.
“Ini sejalan dengan penilaian bahwa BI masih memiliki ruang untuk melanjutkan penyesuaian suku bunga secara terukur sepanjang sisa 2025 hingga 2026, selama stabilitas rupiah terjaga,” tutur Josua kepada Kontan, Rabu (17/9/2025).
Dari sisi domestik, Josua melihat alasan utama pemangkasan suku bunga adalah kondisi inflasi yang rendah dan terjangkau dalam sasaran 2,5± 1%, sehingga ada ruang menolong permintaan yang melemah.
Data terakhir menunjukkan inflasi IHK 2,31% dan inflasi inti 2,17%, dengan proyeksi tetap dalam sasaran tahun ini maupun tahun depan. Stabilitas rupiah juga relatif terjaga, ditopang cadangan devisa besar serta kebijakan stabilisasi yang aktif.
Baca Juga: Bank Indonesia Diprediksi Pangkas BI-Rate 25 bps pada Agustus 2025 Ini
“Dengan fondasi seperti ini, pemangkasan suku bunga berulang lebih aman dilakukan dibandingkan bila inflasi sedang tinggi atau rupiah rapuh,” ungkapnya.
Di saat yang sama, Josua juga melihat permintaan domestik belum pulih kuat, terindikasi dari keyakinan konsumen kelas menengah bawah melemah, pembukaan lapangan kerja terbatas, dan pelaku usaha banyak yang memilih menunggu.