Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
“Apabila kita analisa secara individual, menjaga perilaku jaga jarak (47%) lebih rendah daripada memakai masker (71%) dan mencuci tangan (72%). Khusus untuk jaga jarak, didapatkan ternyata ada aspek norma sosial yang berperan di sini misalnya, merasa tidak enak menjauh dari orang lain, orang lain yang mendekat ke saya, atau berpikir bahwa semua orang juga tidak menjaga jarak,” terang Konsultan UNICEF Risang Rimbatmaja saat yang sama.
Selanjutnya, konsep kesalahan persepsi bahwa orang yang kelihatan sehat, dianggap tidak bisa menularkan penyakit juga menjadi faktor rendahnya penerapan perilaku menjaga jarak di kalangan masyarakat.
“Yang tidak kalah menonjol adalah salah persepsi, saya sehat atau orang lain sehat kenapa harus jaga jarak. Kelihatannya konsep Orang Tanpa Gejala (OTG) masih belum betul-betul berada di benak masyarakat,” jelas Risang.
Baca Juga: Ke Eropa, Bahlil tarik investasi senilai Rp 4 triliun dari produsen Susu Bendera
Perlu bagi masyarakat luas mengetahui konsep OTG, karena masyarakat menjadi merasa tidak perlu menjaga jarak. Apabila masyarakat mengetahui lebih jauh lagi soal cara penularan virus corona, diyakini bahwa masyarakat akan melakukan pencegahan lebih disiplin lagi.
Kebanyakan responden berpikir bahwa penularan virus corona melalui orang yang batuk dan bersin (71%). Hanya 23%-25% responden yang menyebutkan penularan virus corona melalui berbicara dan bernafas. Ini menjelaskan, mengapa jaga jarak dianggap tidak terlalu perlu saat berbicara dengan orang lain selama lawan bicara tidak batuk atau bersin.
Selanjutnya: Per Jumat (20/11): Kasus corona di Indonesia capai 488,310, taati protokol kesehatan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News