kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Mediasi Dayaindo-SUEK gagal


Selasa, 18 September 2012 / 20:41 WIB
ILUSTRASI. Federal Reserve Chairman Jerome Powell. REUTERS/Erin Scott


Reporter: Asep Munazat Zatnika |

JAKARTA. Mediasi antara PT Dayaindo Resources dengan sebuah perusahaan asal Swiss, SUEK AG berakhir buntu. Sebab gugatan pembatalan putusan Arbitrase yang diajukan Dayaindo itu harus memasuki pokok perkara. Dalam sidang mediasi terakhir, pada hari Selasa (18/9) kedua pihak tetap tidak menemukan kata sepakat untuk berdamai.

Karena tidak ada kesepakatan yang dibuat, maka hakim mediasi terpaksa mengakhiri proses tersebut. Alasannya, proses mediasi itu sudah dilaksanakan sesuai dengan Peraturan mahkamah Agung, di mana semuanya dilakukan maksimal dalam waktu 40 hari.

Kuasa hukum Dayaindo, Liston Sitorus, menyatakan kliennya tetap dengan penawarannya, yaitu mengaku siap untuk membayar kewajibannya sebesar US$ 1,19 juta, sesuai dengan putusan Arbitrase pada London Court of International Arbitration (LCIA), namun dengan syarat.

Syarat itu di antaranya, SUEK harus tetap mau melanjutkan perjanjian Contract For Sale and Purchase Of Steam Coal yang telah dibuatnya, antara Dayaindo, dan anak usahanya. Di mana perjanjian itulah yang menjadi awal mula sengketa mereka. “Karena SUEK tetap tidak mau memenuhi permohonan kami, ya akibatnya tidak ada titik temu,” kata Liston, Selasa (18/9).

Sidangpun akhirnya langsung memasuki pokok perkara. Dalam sidang tersebut, pihak SUEK menyerahkan jawaban atas gugatannya kepada majelis hakim, yang berisi terkait eksepsi kompetensi absolut.

SUEK menilai Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berhak memeriksa gugatan pembatalan Arbitrase tersebut. Alasannya, untuk membatalkan putusan Arbitrase, maka harus diajukan di negara di mana putusan itu dikeluarkan. Menurut kuasa hukum SUEK, Rengganis, hal itu sesuai dengan konvensi New York tahun 1958.

Ia menilai, gugatan yang diajukan Dayaindo sangat prematur karena diajukan setelah melewati batas waktu pendaftaran, yaitu 30 hari sejak putusan arbitrase itu dikeluarkan. Bahkan menurutnya, gugatan dinilai kurang lengkap karena tidak disertai dengan lampiran putusan Arbitrase.

“Padahal, dalam gugatannya, Dayaindo menuding telah terjadi tipu muslihat oleh majelis hakim Arbitrase dalam memutus perkara tersebut,” ujar Rengganis. Atas alasan-alasan itulah Rengganis meminta hakim agar menolak permohonan yang diajukan Dayaindo tersebut.

Terkait jawaban SUEK tersebut, Dayaindo akan menanggapinya dalam replik, yang akan dibacakan pada siang selanjutnya, Selasa pekan depan.

Seperti diketahui, perkara ini bermula dari adanya putusan Arbitrase yang memerintahkan Dayaindo membayar ganti rugi karena telah wanprestasi. Nah, karena menilai putusan arbitrase tersebut bermasalah, Dayaindo mengajukan permohonan pembatalan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×