CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.513.000   -30.000   -1,94%
  • USD/IDR 15.740   98,00   0,62%
  • IDX 7.244   -140,01   -1,90%
  • KOMPAS100 1.117   -21,26   -1,87%
  • LQ45 887   -14,43   -1,60%
  • ISSI 220   -4,35   -1,94%
  • IDX30 457   -6,42   -1,38%
  • IDXHIDIV20 554   -6,30   -1,12%
  • IDX80 128   -2,00   -1,53%
  • IDXV30 139   -0,11   -0,08%
  • IDXQ30 153   -1,86   -1,20%

Masalah air jadi "PR' gubernur baru Jakarta


Minggu, 29 April 2012 / 17:31 WIB
Masalah air jadi
ILUSTRASI. Kapal frigate Taiwan meluncurkan?ASROC (anti-submarine rocket) dalam latihan militer tahunan Han Kuang, 17 September 2014.


Reporter: Dupla Kartini | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ) meminta para calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta untuk memperjuangkan masalah air di Jakarta. Pasalnya, air yang seharusnya disediakan untuk publik, justru dikomersilkan. Masalah air jadi pekerjaan rumah (PR) bagi gubernur baru.

Aktivis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Islah menilai, pemerintah Daerah DKI Jakarta saat ini menjadi salah satu aktor utama beralihnya air dari public goods (barang publik) menjadi privat goods (barang pribadi). Dengan begitu, hanya orang berduit yang bisa menikmati air bersih.

"Air itu hak asasi manusia. Setiap manusia punya hak atas air. Tapi, masalahnya ada ketika air menjadi barang yang private, sama seperti bahan bakar minyak. Lebih dari 40% rumah warga Jakarta tidak memiliki sambungan air perpipaan," ujar Islah dalam acara bertajuk "Tatap Muka Cagub-Cawagub dengan Warga Jakarta, di kantor Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Minggu (29/4).

Saat ini, kata Islah, warga miskin di Jakarta terpaksa membeli air dengan harga Rp 37.000 hingga Rp 85.000 per meter kubik. Itu dikarenakan Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya seharusnya menjadi representasi negara untuk pemenuhan Hak Asasi Manusia atas air dan sanitasi, telah terjebak dengan kontrak privatisasi.

Data koalisi menunjukkan, hingga akhir 2010, PAM Jaya telah menanggung akumulasi kerugian senilai Rp 1,3 triliun akibat swastanisasi. Sudah 25 tahun sejak tahun 1997 Pam Jaya terjebak dengan kontrak. Sehingga air yang seharusnya untuk publik tidak bisa dilaksanakan.

"Cagub dan Cawagub harus mengembalikan fungsi air untuk publik ini dengan memutus kontrak kerja sama PT PAM Jaya dan mitra swasta," tukas Islah. (Maria Natalia-Heru Margianto/Kompas.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×