kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.904.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.280   0,00   0,00%
  • IDX 7.113   44,39   0,63%
  • KOMPAS100 1.038   7,95   0,77%
  • LQ45 802   5,08   0,64%
  • ISSI 229   1,99   0,87%
  • IDX30 417   1,49   0,36%
  • IDXHIDIV20 489   1,52   0,31%
  • IDX80 117   0,66   0,57%
  • IDXV30 119   -0,75   -0,63%
  • IDXQ30 135   0,08   0,06%

Masalah air jadi "PR' gubernur baru Jakarta


Minggu, 29 April 2012 / 17:31 WIB
Masalah air jadi
ILUSTRASI. Kapal frigate Taiwan meluncurkan ASROC (anti-submarine rocket) dalam latihan militer tahunan Han Kuang, 17 September 2014.


Reporter: Dupla Kartini | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ) meminta para calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta untuk memperjuangkan masalah air di Jakarta. Pasalnya, air yang seharusnya disediakan untuk publik, justru dikomersilkan. Masalah air jadi pekerjaan rumah (PR) bagi gubernur baru.

Aktivis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Islah menilai, pemerintah Daerah DKI Jakarta saat ini menjadi salah satu aktor utama beralihnya air dari public goods (barang publik) menjadi privat goods (barang pribadi). Dengan begitu, hanya orang berduit yang bisa menikmati air bersih.

"Air itu hak asasi manusia. Setiap manusia punya hak atas air. Tapi, masalahnya ada ketika air menjadi barang yang private, sama seperti bahan bakar minyak. Lebih dari 40% rumah warga Jakarta tidak memiliki sambungan air perpipaan," ujar Islah dalam acara bertajuk "Tatap Muka Cagub-Cawagub dengan Warga Jakarta, di kantor Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Minggu (29/4).

Saat ini, kata Islah, warga miskin di Jakarta terpaksa membeli air dengan harga Rp 37.000 hingga Rp 85.000 per meter kubik. Itu dikarenakan Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya seharusnya menjadi representasi negara untuk pemenuhan Hak Asasi Manusia atas air dan sanitasi, telah terjebak dengan kontrak privatisasi.

Data koalisi menunjukkan, hingga akhir 2010, PAM Jaya telah menanggung akumulasi kerugian senilai Rp 1,3 triliun akibat swastanisasi. Sudah 25 tahun sejak tahun 1997 Pam Jaya terjebak dengan kontrak. Sehingga air yang seharusnya untuk publik tidak bisa dilaksanakan.

"Cagub dan Cawagub harus mengembalikan fungsi air untuk publik ini dengan memutus kontrak kerja sama PT PAM Jaya dan mitra swasta," tukas Islah. (Maria Natalia-Heru Margianto/Kompas.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Banking Your Bank

[X]
×