Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejak dicanangkan pemerintah, Program Brigade Pangan yang diinisiasi oleh Kementerian Pertanian (Kementan) terus menjadi sorotan publik. Pasalnya, program ini dinilai sebagai salah satu upaya strategis dalam mempercepat swasembada pangan nasional.
Sayangnya, seiring dengan meningkatnya perhatian publik terhadap program ini, beredar pula informasi yang tidak benar (hoaks) di berbagai platform media sosial yang berpotensi menyesatkan masyarakat dan mengganggu kelancaran pelaksanaan program.
Terkait hal tersebut, masyarakat diigatkan agar lebih selektif dalam menerima dan menyebarkan informasi terkait program ini.
“Kami mengimbau masyarakat untuk selalu memverifikasi informasi terkait Brigade Pangan langsung dari sumber resmi Kementerian Pertanian. Hoaks yang beredar bisa menghambat pelaksanaan program dan merugikan banyak pihak, terutama petani yang menjadi ujung tombak keberhasilan program ini,” ujar Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian, Moch. Arief Cahyono, seperti yang dikutip dari Infopublik.id pada Sabtu (28/12/2024).
Beberapa hoaks yang sering ditemukan di media sosial antara lain informasi palsu tentang Proses Pendaftaran Petani Milenial, informasi yang menyesatkan terkait mekanisme pembentukan dan pendaftaran Brigade Pangan serta gaji Rp 10 juta, dan klaim tidak benar mengenai pemberian bantuan alat mesin pertanian dan pupuk dengan imbalan tertentu.
Baca Juga: Kementan Kembangkan Contract Farming untuk Maksimalkan Pertanian Modern
Selain itu, beredar pula manipulasi data keberhasilan program untuk menggiring opini negatif terhadap program.
Arief menjelaskan cara menghindari hoaks tentang Brigade Pangan. Pertama, mengecek sumber informasi dengan memastikan informasi berasal dari situs resmi Kementerian Pertanian atau kanal komunikasi resmi seperti akun media sosial terverifikasi.
Kedua, dengan menghubungi langsung Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) atau penyuluh pertanian setempat.
Ketiga, jangan ikut menyebarkan konten yang belum dipastikan kebenarannya (terverifikasi).
Arief memastikan pemerintah berkomitmen untuk terus memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan Program Brigade Pangan. Mekanisme pengawasan diperkuat untuk mencegah penyalahgunaan program dan memastikan bantuan tepat sasaran.
“Dengan dukungan penuh dari semua pihak, termasuk kesadaran masyarakat dalam memerangi hoaks, kita optimistis bahwa Brigade Pangan akan berhasil menjadi motor penggerak pertanian modern di Indonesia,” tegas Arief.
Baca Juga: Kementan Percepat Swasembada Pangan Melalui Program Brigade Pangan
Sekilas tentang Brigade Pangan
Seperti diketahui Kementerian Pertanian RI meluncurkan Program Brigade Pangan, sebuah langkah strategis yang bertujuan untuk mempercepat swasembada pangan nasional dengan memadukan teknologi modern dan semangat generasi muda.
Program ini hadir sebagai respons terhadap tantangan di sektor pertanian, seperti keterbatasan regenerasi petani dan perlunya modernisasi dalam sistem pertanian di Indonesia.
Brigade Pangan dirancang sebagai wadah kolaborasi antara teknologi, manajemen modern, dan pemberdayaan petani milenial untuk mengelola lahan pertanian dalam skala yang lebih luas dan efisien.
Melalui program ini, Kementerian Pertanian berharap dapat meningkatkan produksi padi secara signifikan dan memastikan keberlanjutan sektor pertanian di tangan generasi muda yang lebih adaptif dan inovatif.
Setiap Brigade Pangan terdiri dari 15 petani milenial yang memiliki komitmen dan kemampuan dalam mengelola lahan pertanian secara profesional.
Dengan skema ini, setiap brigade bertanggung jawab atas lahan seluas ±200 hektar, yang diharapkan mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap produktivitas pertanian nasional.
Dalam pelaksanaannya, pembentukan Brigade Pangan diawali dengan pengajuan ke Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) melalui penyuluh pertanian di tingkat desa.
Tonton: PMK Sapi Kembali Merebak di Jawa Tengah, Kementan Lakukan Investigasi & Vaksinasi
Selanjutnya, musyawarah dilaksanakan di tingkat desa dengan melibatkan kepala desa dan Babinsa untuk menghasilkan kesepakatan yang dituangkan dalam Surat Keputusan (SK) Kepala Desa. Setelah itu, data brigade akan diinput ke dalam aplikasi Simluhtan, memastikan transparansi dan pemantauan yang efektif oleh pemerintah.
Secara ekonomis, program ini memiliki potensi yang menjanjikan. Dengan biaya operasional yang diperkirakan mencapai Rp 3,94 miliar per tahun, pendapatan yang dihasilkan dapat mencapai Rp 8,4 miliar per tahun, menghasilkan keuntungan bersih sekitar Rp 4,46 miliar.
Lebih dari itu, setiap anggota brigade diproyeksikan mampu memperoleh pendapatan hingga Rp 10 juta per bulan, yang akan berdampak signifikan pada kesejahteraan petani muda.
Selanjutnya: Simak Strategi Atur Ulang Portofolio Investasi di Tahun 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News