Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menyatakan mantan Direktur PT Hardaya Inti Plantation (HIP), Totok Lestiyo terbukti bersalah menyuap Bupati Buol, Amran Abdullah Batalipu dalam pengurusan sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) dan Izin Usaha Perkebunan (IUP) lahan kelapa sawit di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah.
Totok Lestiyo yang merupakan anak buah pengusaha Hartati Murdaya dituntut dengan hukuman pidana penjara selama empat tahun dan denda sebesar Rp 50 juta subsidair tiga bulan kurungan.
"Menuntut, supaya majelis hakim menjatuhkan putusan kepada terdakwa Totok Lestiyo berupa pidana penjara selama empat tahun, dikurangkan dari masa tahanan seluruhnya," kata Jaksa Irene Putri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin (2/12).
Totok dianggap terbukti melanggar dakwaan kesatu yaitu Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Pertimbangan memberatkan Totok adalah tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Sementara hal-hal meringankan adalah Totok belum pernah dihukum, menyesal dan mengakui terus terang perbuatannya, serta bersikap sopan selama masa persidangan.
Jaksa Irene memaparkan, Totok dengan sengaja memberikan uang Rp 3 miliar kepada Amran agar segera menerbitkan sertifikat HGU dan IUP lahan kelapa sawit milik PT Cipta Cakra Murdaya (CCM) di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah seluas 4500 hektar.
Selain ttu, uang tersebut juga sengaja diberikan agar Amran segera menerbitkan sertifikat HGU dan IUP milik PT HIP seluas 22,780 hektar, serta IUP lahan perkebunan kelapa sawit di luar 4500 hektar dan 22,780 hektar diajukan oleh PT Sebuku Inti Plantation yang merupakan anak perusahaan PT CCM dan PT HIP.
Padahal, dalam peraturan Menteri Kehutanan, sebuah perusahaan hanya boleh memiliki surat izin lokasi dan sertifikat HGU dengan luas lahan perkebunan maksimal 20 ribu hektar. Tetapi, Hartati memaksa supaya surat-surat itu segera diterbitkan, padahal luas lahan perkebunan kelapa sawit milik PT CCM dan PT HIP sudah melebihi ketentuan untuk diajukan dalam permohonan.
Hartati kemudian memerintahkan Totok menghubungi Amran dan mendesaknya supaya mau menyanggupi permintaan itu. Amran pun menyanggupi permintaan tersebut, tentunya dengan imbalan berupa uang.
Jaksa Irene mengatakan, uang yang diberikan untuk Amran diambil dari kas perusahaan PT HIP dan PT CCM yang juga atas sepengetahuan Hartati Murdaya. Uang itu diserahkan bertahap sebanyak dua kali kepada Amran melalui Direktur Keuangan PT HIP Arim, General Manajer Supporting PT HIP Yani Anshori, dan Direktur Operasional PT HIP Gondo Sudjono Notohadi Susilo.
Dia melanjutkan, Totok juga sempat memberikan bantuan survei politik kepada Amran yang saat itu akan maju kembali sebagai calon petahana di pemilihan umum kepala daerah Kabupaten Buol. Kemudian Totok atas sepengetahuan Hartati menunjuk lembaga survei Saiful Muzani Research Consulting (SMRC) untuk mengadakan survei politik untuk Amran, menjelang Pilkada Kabupaten Buol. Namun menurut Saiful, tingkat keterpilihan Amran terpaut jauh ketimbang lawan politiknya.
Amran yang mengetahui hal itu juga melobi Hartati Murdaya supaya mau menyumbang buat pemenangan Amran. Hartati setuju dan memerintahkan Totok mencairkan uang Rp 1 miliar untuk diberikan kepada Amran dengan dalih bantuan pembelian sembako dan kampanye.
Kemudian, uang tersebut diantarkan oleh Arim dan Yani ke rumah Amran pada tengah malam. Sementara pengiriman uang kedua, yakni Rp 2 miliar, dilakukan oleh Yani dan Gondo. Uang tersebut diantar ke rumah peristirahatan Amran, di Villa Leok, Kabupaten Buol. Jaksa Irene melanjutkan, setelah mengantar uang Rp 2 miliar itu, Yani dan Gondo ditangkap tim penyidik KPK.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News