Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Markus Sumartomjon
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah bersiap melanjutkan program pemulihan ekonomi nasional (PEN) pada 2021 mendatang. Termasuk diantaranya melanjutkan insentif pajak bagi dunia usaha dan korporasi.
Pagu anggaran untuk insentif pajak bagi dunia usaha dan korporasi 2021 tersebut sebesar Rp 20,4 triliun jauh lebih kecil cuma 16,9% dari total alokasi insentif perpajakan 2020 yang sebesar Rp 120,61 triliun. Anggaran insentif 2021 ini akan dipakai untuk insentif pajak ditanggung pemerintah (DTP), pembebasan pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor, dan pendahuluan restitusi atau pengembalian pajak pertambahan nilai (PPN).
Hanya saja Kementerian Keuangan (Kemkeu) belum selesai membuat skema insentif perpajakan di program PEN 2021. Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Perpajakan Yon Arsal bilang, pemerintah akan menyesuaikan jenis insentif perpajakan 2021 dengan perkembangan terakhir di 2020. Yang sudah pasti adalah nilai pagu insentif perpajakan yang ditetapkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2021.
Baca Juga: Kadin minta diskon angsuran PPh pasal 25 berlanjut tahun depan
Jika estimasi, RAPBN sudah dibahas dan disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) sebelum akhir 2020, maka skema insentif bakal lebih jelas di akhir tahun ini untuk diimplementasikan 2021.
"Detil insentif bisa saja berubah sesuai kondisi, bisa sama atau berbeda dengan insentif tahun ini. Termasuk durasinya. Nanti dilihat perkembangan," kata Yon kepada KONTAN, Selasa (18/8).
Baca Juga: Pemerintah sediakan Rp 20,4 triliun untuk insentif pajak 2021
Sebagai gambaran, insentif perpajakan di program PEN 2020 diberikan selama sembilan bulan yakni sejak masa pajak April hingga Desember 2020. Bentuknya antara lain berupa insentif PPh 21 DTP, PPh Final Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) DPT, pembebasan PPh Pasal 22 Impor, pendahuluan restitusi PPN, dan diskon sebesar 50% untuk angsuran PPh Pasal 25.
Sayangnya, dalam tiga kali masa pajak yakni April-Juni 2020 realisasi insentif perpajakan baru sebesar Rp 16,6 triliun atau setara 13,7% triliun dari pagu sebesar Rp 120,61 triliun. Artinya, masih ada Rp 104,01 triliun anggaran yang belum terserap untuk enam masa pajak ke depan.
Masih dibutuhkan
Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Pusat Pendapatan Negara BKF Kemenkeu Pande Putu Oka Kusumawardhani menambahkan disain insentif perpajakan di program PEN 2020 untuk membantu likuiditas Wajib Pajak (WP) Badan. Dus, insentif pajak yang diberikan bisa dipakai korporasi untuk memutarkan uangnya, sehingga profitabilitas meningkat yang akhirnya bisa mengerek penerimaan pajak.
"Insentif pajak 2021 bergantung kondisi perekonomian dan kondisi dunia usaha saat itu," kata Oka ke KONTAN.
Wakil Kedua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Kamdani menyayangkan, insentif diskon PPh Pasal 25 tidak masuk daftar rencana dukungan usaha program PEN 2021. Padahal di sisi perpajakan untuk percepatan pemulihan ekonomi korporasi, diskon angsuran PPh Pasal 25 diperlukan.
"Perekonomian baru akan pulih, paling tidak butuh waktu 1 tahun dari sekarang, atau semester I-2021 masih terdampak," katanya kepada KONTAN, Selasa (18/8).
Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam mengatakan, pemerintah perlu mengkaji lebih lanjut efektivitas dari insentif perpajakan dalam program PEN 2020, sehingga bisa tepat sasaran saat dilanjutkan di 2021. "Kunci keberhasilan pemulihan ekonomi Indonesia terletak pada konsumsi masyarakat," ujar Darussalam.
Maka instrumen yang bisa mendorong daya beli perlu dikedepankan, yakni bantuan tunai dan PPN 0% untuk barang atau jasa tertentu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News