Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marvest) Luhut Binsar Pandjaitan mengakui ada beberapa hambatan dalam produksi siap jual atau lifting migas nasional.
Salah satunya adalah banyaknya tumpang tindih kewenangan antar Kementerian/Lembaga (K/L) dan sulitnya proses perizinan produksi.
"Kebijakan yang ada juga sering kali masih kurang memberikan iklim investasi yang menarik bagi para investor di sektor ini," jelas Luhut dalam keterangan dikutip di Instagram pribadinya, Selasa (23/7).
Setidaknya ada 11 isu utamanya yang menurutnya perlu diperbaiki di sektor hulu migas. Mulai dari lamanya persetujuan izin lingkungan, peraturan terkait ruang laut dan pertanian, perpajakan migas yang kurang kondusif, hingga kurangnya dukungan dari sebagian pemerintah daerah.
Baca Juga: Orang Kaya Dimanja Lewat Family Office, Kalangan Menengah Dibebani Pajak Lebih Tinggi
Luhut mengaku telah menegaskan kepada setiap K/L yang tergabung dalam satgas yang sudah dibentuk, agar terus melakukan monitoring dan evaluasi atas kegiatan peningkatan investasi, produksi dan lifting migas dalam negeri.
"Saya berharap setelah rapat koordinasi hari ini, setiap K/L memiliki komitmen yang sama. Komitmen untuk meningkatkan iklim investasi sektor migas, dengan mengejar kemudahan berbisnis (ease of doing business) di sektor ini," urai Luhut.
Sebelumnya, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) melaporkan kinerja produksi siap jual atau lifting migas semester I-2024 tak mencapai target.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, realisasi lifting minyak bumi tercatat sebesar 576 ribu barel per hari (bph) atau 91% dari target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Lifting minyak sampai dengan semester I [belum tercapai] karena kita di semester 1 mengalami gangguan banjir di mana-mana. Sehingga drilling practice lebih dari satu bulan tidak bisa dilakukan sehingga mengakibatkan realisasi produksi minyak kita adalah 576 ribu bph," kata Dwi dalam konferensi pers di Jakarta pada Jumat (19/7).
Kontan mencatat, Pemerintah telah menetapkan target lifting minyak di APBN 2024 sebesar 653 ribu bph.
Dwi menuturkan, untuk lifting gas bumi pada semester I-2024 mencapai 5.401 mmscfd atau 92% dari target APBN. Menurut Dwi, kendala lifting gas ini adalah di infrastruktur dan diharapkan pada akhir 2025 pipa gas Cirebon Semarang bisa tersambung.
"Sehingga kelebihan gas dari Jawa Timur bisa dialihkan ke Jawa Barat. Demikian juga pumping yang di Natuna, sehingga kelebihan di Natuna bisa dialihkan bisa mengalir ke Batam," ujar Dwi.
Baca Juga: Bentuk Family Office, Pemerintah Mau Beri Insentif Pajak untuk Orang Kaya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News