kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.405.000   -9.000   -0,64%
  • USD/IDR 15.370
  • IDX 7.722   40,80   0,53%
  • KOMPAS100 1.176   5,28   0,45%
  • LQ45 950   6,41   0,68%
  • ISSI 225   0,01   0,00%
  • IDX30 481   2,75   0,57%
  • IDXHIDIV20 584   2,72   0,47%
  • IDX80 133   0,62   0,47%
  • IDXV30 138   -1,18   -0,84%
  • IDXQ30 161   0,48   0,30%

Bentuk Family Office, Pemerintah Mau Beri Insentif Pajak untuk Orang Kaya


Senin, 22 Juli 2024 / 19:14 WIB
Bentuk Family Office, Pemerintah Mau Beri Insentif Pajak untuk Orang Kaya
Pemerintah Indonesia menegaskan komitmennya untuk membentuk Family Office.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pemerintah Indonesia menegaskan komitmennya untuk membentuk Family Office, sebagai upaya menarik minat orang kaya dari seluruh dunia untuk menempatkan dananya di Indonesia. 

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, menyampaikan bahwa banyak orang kaya yang tertarik untuk berinvestasi di Indonesia.

Insentif Pajak sebagai Daya Tarik

Luhut menyatakan bahwa pembentukan Family Office ini perlu didukung dengan pemberian berbagai insentif pajak. 

Menurutnya, keuntungan utama dari kebijakan ini adalah dana tersebut akan masuk ke dalam sistem keuangan Indonesia, yang pada akhirnya akan memperkuat cadangan devisa negara.

Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan di Jakarta (22/7).

"Bukan kita tidak dapat untung, ada untungnya. Paling tidak uang itu masuk dalam sistem keuangan kita, itu akan memperkuat cadangan devisa kita juga," ujar Luhut dalam acara peluncuran Implementasi Komoditas Nikel dan Timah melalui Simbara pada Senin, 22 Juli.

Baca Juga: Soal Pembentukan Family Office, Sri Mulyani Siapkan Skema Insentif Pajaknya

Belajar dari Abu Dhabi

Dalam rangka mempersiapkan implementasi Family Office di Indonesia, Luhut melakukan kunjungan ke Abu Dhabi untuk mempelajari strategi dan mekanisme yang diterapkan di sana. 

Ia menyatakan telah melaporkan hasil kunjungannya kepada Presiden Jokowi dan Presiden terpilih.

"Saya baru kembali dari Abu Dhabi, saya sudah lapor Pak Jokowi dan Presiden terpilih tadi malam, mengenai masalah Family Office dan Family Business. Kenapa kita ingin ini, karena sekarang uang bertaburan yang ingin masuk ke Indonesia, kita harus kasih insentif," ungkap Luhut.

Potensi Dana Family Office

Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, melihat potensi dana dari Family Office sangat besar. 

Mengacu pada laporan Wealth Report dari Knight Frank, jumlah orang super kaya dengan aset di atas US$ 30 juta di dunia mencapai 626.619 orang pada tahun 2023, naik dari 601.300 pada tahun sebelumnya. 

Asia menjadi kawasan dengan jumlah orang super kaya terbesar kedua setelah Amerika, dengan 165.442 orang pada 2023.

"Dengan demikian, potensi dana dari pengelolaan kekayaan orang super kaya ini sangat besar," ujar Josua kepada Kontan.co.id.

Baca Juga: Ngaku ke Jokowi, Luhut Sudah Belajar Family Office dari Abu Dhabi

Tantangan dan Insentif yang Dibutuhkan

Josua menyatakan bahwa Indonesia perlu bersaing dengan negara-negara seperti Singapura dan Hong Kong, yang selama ini menjadi tujuan utama pengelolaan dana. 

Indonesia harus menyediakan berbagai insentif, terutama dalam perpajakan, untuk menarik dana-dana tersebut.

Ia menyebutkan perlunya aturan pajak yang spesifik terkait penghasilan atas investasi serta pajak peralihan aset. 

Regulasi dan kepastian hukum, terutama mengenai hak kepemilikan aset, juga harus dipersiapkan.

Pengembangan Layanan Perbankan

Josua juga menjelaskan bahwa layanan perbankan di Indonesia saat ini baru sebatas Private Banking. 

Sementara itu, family office belum diatur oleh OJK, meskipun beberapa orang super kaya di Indonesia kemungkinan telah memiliki family office di luar industri jasa keuangan yang diatur oleh OJK.

"Namun, memang terdapat beberapa orang super kaya di Indonesia yang kemungkinan memiliki family office, namun tidak masuk ke dalam industri jasa keuangan yang diatur oleh OJK," imbuhnya.

Pandangan Ekonom tentang Insentif Pajak

Ekonom Center of Reform on Economic (Core), Yusuf Rendy Manilet, mengatakan bahwa insentif pajak sering kali diberikan untuk menarik investor. 

Namun, ia mengingatkan agar insentif pajak diberikan dengan hati-hati agar tidak terjebak dalam perang tarif pajak yang merugikan.

"Jangan sampai kemudian pemerintah terjebak dalam perang tarif pajak yang sebenarnya secara global sudah mulai ditinggalkan," kata Yusuf.

Yusuf menyarankan agar pemerintah memberikan insentif pajak dalam jangka waktu yang tidak terlalu panjang pada awalnya, misalnya satu hingga lima tahun. 

Jika investasi dalam skema Family Office dapat menggerakkan sektor keuangan dan sektor riil, pemerintah bisa mempertimbangkan untuk memperpanjang insentif tersebut.

Baca Juga: Luhut Sebut Pembentukan Family Office Bisa Memperkuat Cadangan Devisa RI

Kekhawatiran tentang Ketidakadilan Sosial

Peneliti The Prakarsa, Bintang Aulia Lutfi, menyoroti potensi ketidakadilan dalam pemberian insentif pajak. 

Meskipun dimaksudkan untuk menarik perhatian pemilik modal besar, insentif pajak dapat menimbulkan ketidakadilan, terutama jika dibandingkan dengan pajak yang lebih tinggi pada kelas menengah-bawah.

Bintang menyatakan bahwa kebijakan yang diharapkan membawa penerimaan negara justru dapat dirasa tidak adil bagi masyarakat. 

Orang kaya akan semakin dimanja dengan fasilitas pembebasan pajak, sementara kelas menengah-bawah harus menghadapi beban pajak yang lebih tinggi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mudah Menagih Hutang Penyusunan Perjanjian & Pengikatan Jaminan Kredit serta Implikasi Positifnya terhadap Penanganan Kredit / Piutang Macet

[X]
×