Reporter: Abdul Basith Bardan | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo menunjuk Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pimpin percepatan kereta cepat Jakarta-Bandung.
Hal itu tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) 93 Tahun 2021 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung. Nantinya laporan pengerjaan proyek tersebut diberikan kepada Luhut.
"Menko Marves tetap menangani percepatan pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung sesuai tugas pokok dan fungsinya serta untuk itu Menteri BUMN melaporkan perkembangannya kepada Menko Marves," ujar Juru Bicara Kemenko Perekonomian Alia Karenina dalam keterangan pers yang diterima Kontan, Senin (11/10).
Meski menjabat sebagai Ketua Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian tak mendapat mandat pengawasan proyek kereta cepat. Proyek tersebut berada pada kewenangan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi.
Baca Juga: Pemerintah berubah sikap dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung
Sebagai informasi, penyelenggaraan prasarana dan sarana kereta cepat antara Jakarta dan Bandung terdiri dari trase jalur Jakarta-Padalarang-Bandung.
Perpres yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 6 Oktober 2021 tersebut mencantumkan sumber pendanaan penyediaan PSN Kereta Cepat Jakarta Bandung berasal dari penerbitan obligasi, pinjaman konsorsium BUMN atau perusahaan patungan, serta pendanaan lainnya yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan keterangan yang diunggah oleh KPPIP, yang dimaksud dengan pendanaan lainnya dapat berupa pembiayaan dari APBN yan dapat berupa Penyertaan Modal Negara (PMN). Lebih lanjut, PMN diberikan dalam rangka memperbaiki struktur permodalan dan/atau meningkatkan kapasitas usaha pimpinan konsorsium BUMN.
Hal itu dalam rangka menjaga keberlanjutan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN) dengan memperhatikan kapasitas dan kesinambungan fiskal, sebagaiman tercantum dalam Perpres tersebut.
Baca Juga: Ini catatan MTI terkait proyek kereta cepat Jakarta-Bandung
Adapun dalam Perpres 93 Tahun 2021 yang menggantikan Perpres 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung tersebut, pembiayaan APBN dilakukan melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada pimpinan konsorsium BUMN yang menggarap proyek tersebut.
PMN diberikan guna pemenuhan kekurangan kewajiban penyetoran modal (base equity) pada perusahaan patungan. PMN juga diberikan untuk memenuhi kewajiban perusahaan patungan akibat kenaikan atau perubahan biaya (cost overrun) pada proyek.
Apabila terjadi kenaikan biaya maka pimpinan konsorsium BUMN mengajukan permohonan kepada Menteri BUMN untuk memperoleh dukungan. Pengajuan tersebut harus menyertakan kajian mengenai dampaknya terhadap studi kelayakan terakhir.
Sebagai informasi, pimpinan konsorsium yang bisa menerima dana APBN ini adalah PT Kereta Api Indonesia (Persero) yang merupakan pimpinan konsorsium BUMN yang ditugasi menggarap proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Dalam hal ini, PT KAI menggantikan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk.
Adapun Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) selaku pemilik proyek kereta cepat Jakarta Bandung merupakan gabungan dari beberapa BUMN dalam PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan juga gabungan perusahaan China dalam perusahaan Beijing Yawan.
Sebagai informasi, 60% saham dari KCIC merupakan milik PSBI, sisanya adalah milik gabungan perusahaan Tiongkok. PT KAI sendiri merupakan salah satu perusahaan yang berada di dalam PSBI.
Baca Juga: Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung baru rampung 80%
Awalnya, proyek PSN Kereta Cepat Jakarta – Bandung diperkirakan membutuhkan biaya sekitar Us$ 6,07 miliar dengan rincian biaya Engineering, Procurement, and Construction (EPC) sekitar US$ 4,8 miliar dan US$ 1,3 miliar untuk biaya non-EPC.
Pada November 2020, biaya pembangunan PSN Kereta Cepat Jakarta- Bandung membesar menjadi US$ 8,6 miliar. Berdasarkan kajian yang melibatkan konsultan PSBI, biaya proyek itu kembali naik lantaran adanya perubahan biaya dan harga, serta adanya penundaan pembebasan lahan.
Dengan demikian, cost overrun diperkirakan sekitar 3,8 miliar dollar AS hingga 4,9 miliar dollar AS. Oleh karena itu, manajemen PT KCIC yang dibantu konsultan melakukan efisiensi untuk menekan pembengkakan biaya.
Lewat efisiensi estimasi cost overrun menjadi US$ 1,9 miliar. Dari angka tersebut, Indonesia akan menanggung sebesar Rp4,1 triliun.
Dengan adanya sumber pendanaan Proyek Strategis Nasional Kereta Cepat Jakarta-Bandung dari APBN melalui PMN diharapkan akan membuka peluang yang lebih besar terkait pengelolaan Kereta Cepat oleh PT Kereta Api Indonesia. KPPIP menyebut pemerintah akan memberikan PMN kepada PT KAI pada tahun anggaran 2022.
Selanjutnya: Soal proyek KCIC didanai APBN, Indef menilai pemerintah tidak konsisten
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News