kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.606.000   15.000   0,94%
  • USD/IDR 16.290   50,00   0,31%
  • IDX 7.257   75,31   1,05%
  • KOMPAS100 1.072   13,85   1,31%
  • LQ45 846   11,73   1,41%
  • ISSI 216   3,00   1,41%
  • IDX30 435   5,37   1,25%
  • IDXHIDIV20 520   7,40   1,44%
  • IDX80 122   1,62   1,34%
  • IDXV30 124   0,62   0,50%
  • IDXQ30 143   2,07   1,47%

Luhut: Kerugian Ekonomi Global Akibat Krisis Iklim Dapat Mencapai US$ 23 Triliun


Kamis, 07 September 2023 / 11:27 WIB
Luhut: Kerugian Ekonomi Global Akibat Krisis Iklim Dapat Mencapai US$ 23 Triliun
ILUSTRASI. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan pidato pada penutupan ASEAN-Indo-Pacific Forum (AIPF) di Hotel Mulia Jakarta, Rabu (6/9/2023). ANTARA FOTO/Media Center KTT ASEAN 2023/Risa Krisadhi/pras.


Reporter: Dimas Andi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan mengemukakan dampak krisis iklim yang dapat menjadi masalah bagi seluruh negara di dunia.

Menurutnya, dengan jumlah penduduk yang terus bertambah, bumi telah mengalami serangkaian bencana terkait perubahan iklim yang merusak dalam beberapa waktu terakhir. Dalam catatannya, pada Juli 2023 suhu rata-rata global mencapai level tertinggi sepanjang masa yakni 1,5 derajat Celcius atau lebih hangat dari rata-rata masa pra industri.

"Krisis iklim mempengaruhi ketahanan pangan dan wilayah pedesaan pembangunan, dan kemiskinan," ujar Luhut dalam sambutan di Indonesia Sustainability Forum (ISF) 2023, Kamis (7/9).

Krisis iklim tentu mendatangkan kerugian yang mendalam dari sisi ekonomi. Diperkirakan kerugian ekonomi global akibat krisis iklim dapat mencapai US$ 23 triliun pada 2050. Tingkat kematian akibat krisis iklim dapat mencapai 3 juta jiwa di tiap tahun.

Baca Juga: Menteri Luhut Beberkan Alasan Tesla Tunda Investasi di Indonesia

Maka dari itu, setiap orang harus mengambil inisiatif tindakan untuk menyelamatkan Bumi dari ancaman krisis iklim yang lebih parah pada masa mendatang.

Namun, harus diakui bahwa setiap negara memiliki kondisi, kapasitas, dan kemampuan yang berbeda-beda dalam mengatasi krisis iklim, termasuk mengimplementasikan agenda dekarbonisasi. Lantas, kolaborasi internasional yang konkret patut diwujudkan untuk mengantisipasi krisis iklim global.

"Krisis iklim terjadi pada setiap orang. Kegagalan suatu negara dalam mengatasi krisis tersebut, artinya menjadi kegagalan dunia," pungkas Luhut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×