Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Setelah sempat terunda sekitar 3 bulan, sidang paripurna DPR akhirnya menyepakati untuk mengesahkan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Namun, langkah ini langsung mendapatkan protes keras dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kelestarian Hutan. Bahkan mereka pun kini tengah mempersiapkan gugatan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.
"Koalisi Masyarakat Sipil akan mengajukan Judicial Review kepada Mahkamah Konstitusi," kata aktivis Huma Siti Rahma kepada Kontan, Selasa (9/7).
Menurut Rahma, meskipun beleid tersebut kini sudah berganti nama dari yang semula UU Pemberantasan Perusakan Hutan menjadi UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, tetapi tetap saja tidak menyelesaikan persoalan hutan.
Rahma mencontohkan pasal 21 yang mensyaratkan masyrakat yang akan mengambil kayu di hutan konservasi untuk kepentingan pribadi harus memiliki izin.
Ia beralasan hal tersebut akan mengkriminalisasi masyarakat adat. "Seharusnya yang disasar adalah korporasi atau dalang yang selama ini kerap lolos dari keadilan hukum," tegasnya.
Masyarakat adat akan dengan mudah menjadi korban beleid tersebut. Sedangkan usaha perkebunan dan pertambangan dapat dengan mudah memanfaatkan hutan karena mereka sudah mengantongi izin.
Itu sebabnya, Rahma tetap berpendapat seharusnya DPR tak perlu mengesahkan UU P3H, tetapi lebih baik merevisi UU No 41 tahun 1999 tentang kehutanan.
Sayangnya, saat ditanya lebih lanjut mengenai fokus gugatan uji materi yang akan diajukannya, Rahma masih belum dapat memastikan. Menurutnya, koalisi masih akan membicarakan terlebih dahulu mengenai draf baru UU P3H yang disahkan di Senayan hari ini.
Sebelumnya, dalam laporannya di sidang paripurna DPR, Wakil Komisi VI DPR Firman Subagyo menyakini beleid ini dapat mennjadi payung hukum persoalan kerusakan hutan dan memberikan efek jera bagi pelakunya. Bahkan menurutnya belid ini sudah mendapat persetujuan semua fraksi di parlemen.
Sekadar catatan, pada April lalu sidang paripurna DPR sempat hendak mengesahkan UU P2H. Namun lantaran adanya aduan dari koalisi langsung ke Wakil Ketua DPR Pramono Anung rencana pengesahan itu dibatalkan. Politisi PDI Perjuangan itu meminta agar komisi VI DPR mendengarkan masukan terlebih dahulu dari kubu koalisi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News