Reporter: Grace Olivia | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keputusan The Fed memangkas suku bunga direspon negatif oleh pelaku pasar global dan domestik. Pasalnya, The Fed memberi sinyal penurunan suku bunga acuan tidak akan berlanjut untuk periode yang panjang.
Kekecewaan pelaku pasar tecermin dari memerahnya mayoritas indeks saham Asia hari ini. Bersamaan dengan indeks Hang Seng di Hong Kong dan indeks Kospi di Korea Selatan, IHSG turun 0,14% ke level 6.381.
Baca Juga: Kemenkeu akui sulit membaca arah kebijakan The Fed selanjutnya
Nilai tukar rupiah juga ikut melemah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) berbarengan dengan mata uang regional lainnya seperti ringgit Malaysia, rupee India, yen Jepang, peso Filipina, yuan China, dan won Korea Selatan.
Hanya saja, rupiah mencatat pelemahan terbesar yaitu 0,67% ke level Rp 14.116 per dollar AS. Sementara, kurs tengah BI mencatat rupiah melemah ke level Rp 14.098.
Kepala Penelitian Makroekonomi dan Finansial LPEM UI Febrio Kacaribu, mengatakan, keputusan The Fed semalam memang tidak sesuai dengan ekspektasi pasar yang sangat dovish.
Namun menurutnya, pernyataan Gubernur The Fed Jerome Powell menutup pintu peluang penurunan suku bunga lanjutan di sisa tahun ini.
Baca Juga: Investor sudah mengantisipasi penurunan suku bunga The Fed, ini arah IHSG berikutnya
“Pasar masih berharap ada penurunan lagi setidaknya 25 bps paling tidak di Desember. Jadi track tetap dovish meski memang tidak se-dovish yang dibayangkan sebelumnya di mana suku bunga bisa turun sampai 75 bps,” ujar Febrio saat ditemui di Gedung Djuanda I Kementerian Keuangan, Kamis (1/8).
Sinyal The Fed cukup hawkish tersebut, lanjutnya, memang akan membawa ketidakpastian bagi pelaku pasar domestik dalam jangka pendek. Aliran keluar modal asing mungkin juga akan terlihat
Kendati begitu, Febrio memprediksi, perlambatan ekonomi AS yang signifikan akan tetap terlihat jelas meski data-data belakangan justru tampak membaik. Pada saat tanda-tanda perlambatan tersebut lebih nyata, investor akan kembali ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia/
Baca Juga: The Fed hawkish, harga emas masih bisa menuju US$ 1.500
“Apalagi dari segi perbandingan yield (yield differential) itu masih sangat besar antara obligasi AS dan Indonesia bertenor 10 tahun. Beberapa bulan terakhir juga modal yang masuk sudah banyak sekali jadi wajar kalau sekarang ambil untung dulu (keluar),” tutur Febrio.
Berdasarkan laporan Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) kemarin, tercatat arus masuk modal per 26 Juli mencapai Rp 193,2 triliun, yang terdiri dari Rp 120,1 triliun ke pasar SBN dan Rp 72,1 triliun ke pasar saham.
Febrio meyakini, seiring kondisi pasar kembali tenang dan mulai menyesuaikan (priced in) dengan tren, arus masuk modal asing (capital inflow) akan kembali berlanjut ke Indonesia.
Baca Juga: The Fed memangkas suku bunga, ini proyeksi IHSG selanjutnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News