Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lonjakan nilai impor selama kuartal pertama tahun ini akan berimbas pada pelebaran defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD). Diperkirakan defisit transaksi berjalan di kuartal I-2018 akan lebih besar dari 2% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro menghitung, defisit transaksi berjalan kuartal I-2018 mencapai 2,29% PDB. Jumlah itu melebar cukup signifikan dari kuartal I- 2017 yang sebesar 1% PDB.
Pelebaran terutama dipengaruhi kenaikan impor yang cukup tinggi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, nilai impor kuartal I-2018 tumbuh 12,75% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan ekspor yang 6,17% (yoy). Bahkan menurut data BPS, selama Januari-Maret 2018, total impor naik 20,12% dibandingkan periode sama 2017.
Namun, menurut Andry, tingginya impor memberikan sinyal positif. "Karena sebagian besar impor disumbangkan bahan baku dan barang modal, yang menunjukkan sektor riil Indonesia akan segera pulih," kata Andry, Rabu (9/5).
Di sisi lain, rasio utang terhadap PDB juga menunjukkan kecenderungan meningkat. Hal itu mengarah pada pembayaran utang luar negeri pemerintah, berupa pokok dan bunga yang lebih tinggi. Oleh karena itu, Andry memprediksi kuartal II-2018, defisit transaksi berjalan akan lebih lebar lagi. Selain peningkatan pembayaran utang luar negeri pemerintah, juga ada permintaan tinggi terhadap impor dan potensi kenaikan harga minyak mentah dunia.
Hanya saja sampai akhir tahun 2018, Andry masih optimistis, defisit transaksi berjalan masih akan ada di level aman, sekitar 2% PDB. Sedangkan proyeksi Bank Indonesia (BI) sebesar 2,2%–2,3% dari PDB.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira memproyeksi, defisit transaksi berjalan kuartal I-2018 di kisaran 2%–2,1% PDB. Keluarnya dana asing, merosotnya cadangan devisa untuk stabilisasi rupiah, dan kinerja ekspor yang belum optimal jadi faktor utama.
Sedang di kuartal-II-2018 CAD bisa lebih lebar lagi mencapai 2,3% karena faktor musiman dan di akhir tahun 2,2%. "Pemerintah dan BI harus mewaspadai tekanan impor, khususnya migas," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News