kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.200   0,00   0,00%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Lima proyek besar menanti subsidi Pemerintah


Minggu, 25 Desember 2011 / 19:06 WIB
ILUSTRASI. Logo grup PT PP.


Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Hingga saat ini, investor masih menanti-nanti terbitnya peraturan menteri keuangan tentang Viability Gap Fund (VGF) atau dana subsidi pemerintah untuk proyek-proyek skema pemerintah-swasta (Public Private Partnership). Pasalnya, beberapa proyek besar pemerintah dipastikan mangkrak apabila beleid tersebut tak kunjung terbit.

Dedi Supriadi Priyatna, Deputi bidang Sarana dan Prasarana Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas mengakui, saat ini pihaknya juga terus mendorong Kementerian Keuangan untuk menyelesaikan aturan tersebut. Dia bilang, setidaknya ada lima proyek pemerintah yang tak kunjung bisa menggelar tender karena terhambat mekanisme pemberian dana subsidi tersebut.

Proyek yang kini menanti duit talangan dari pemerintah itu di antaranya proyek Lampung water suplai senilai US$ 50 juta, proyek air minum Umbulan Jawa Timur senilai US$ 300-500 juta, proyek water supply Maros senilai US$ 50 juta, proyek Kereta Api Kalimantan Tengah senilai US$ 1,5-3 miliar, dan Terminal cruise Ampo senilai US$ 50 juta.

Proyek-proyek ini butuh dukungan dana karena memiliki gap dalam pengembalian dana investasinya sehingga swasta tidak mau berinvestasi jika tidak dapat dukungan dana. “Misalnya keuntungan investasi yang diinginkan swasta 18%, tetapi ternyata returnya hanya 14%. Selisihnya itu akan dibantu pemerintah,” jelasnya.

Saat ditemui di kantornya akhir pekan ini, Dedi mengatakan, pemenang tender adalah mereka yang meminta dana talangan paling sedikit. Dukungan pemerintah ini akan menjadi dana yang hilang. Dana tersebut disediakan apabila proyek sudah selesai untuk meminimalisir resiko.

“Misal dari proyek US$ 50 juta yang akan ditenderkan, siapa yang minta VGF dukungan yang tersedikit, misalnya mintanya US$ 15 juta atau US$ 10 juta, makanya itulah yang akan disediakan,” ujarnya. Nah, karena dana itu diberikan secara langsung dan tunai, maka mekanisme yang harus diatur tidak mudah.

Ternyata, selain VGF, ada juga bentuk dukungan lain dari pemerintah yang disebut Information and Communication Technology (ICT) Fund. Pada dasarnya ICT Fund dan VGF memiliki prinsip yang sama.

Namun bedanya, ICT Fund adalah dana yang terkumpul dari gross revenue para operator telekomunikasi di Indonesia. Tiap tahunnya, Kementerian Komunikasi dan Informasika menarik 1,25% gross revenue operator, yang dikumpulkan sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

“ICT Fund sama prinsipnya dengan VGF. Tetapi kalau VGF itu dalam tanda kutip sebagai subsidi investasi, di awal ya. Sedangkan kalau ICT fund sebagai subsidi operasi untuk daerah-daerah yang belum komersial,” katanya.

Tiap tahunnya, pemerintah bisa mendapatkan Rp 5 triliun sampai 6 triliun dari ICT Fund ini, namun sebagian besar digunakan untuk berbagai proyek Kemenkominfo seperti desa berdering, internet kecamatan, dan desa pintar.

Nah, ada sekitar Rp 1,2-1,3 triliun yang bisa dipakai untuk menutup kesenjangan investasi proyek infrastruktur. Jadi dengan kata lain, dana ini akan terus nganggur sebelum mekanisme ICT Fund dan VGF belum selesai.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×