Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sebagai upaya untuk terus meningkatkan pengawasan terhadap barang kena cukai (BKC) ilegal, Bea Cukai kembali menggalakkan operasi gempur periode tahun 2021. Program ini dilaksanakan oleh seluruh satuan kerja (satker) vertikal Bea Cukai secara serentak dan terpadu yang telah dilaksanakan sejak tahun 2017.
Pada tahun 2020 lalu, tingkat peredaran rokok ilegal di Indonesia berdasarkan survei rokok ilegal yang dilakukan P2EB UGM sebesar 4,86%. Upaya menurunkan rokok ilegal kemudian merupakan arahan Menteri Keuangan agar tingkat peredaran rokok ilegal dapat ditekan hingga angka 3%.
Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan Askolani mengatakan, dengan adanya operasi yang dilakukan secara serentak di seluruh Indonesia akan menghilangkan adanya kemungkinan balloon effect yang terjadi, sehingga BKC ilegal tidak lagi beredar di seluruh Indonesia. Extra effort pengawasan telah terbukti dapat menekan peredaran rokok ilegal.
Askolani melanjutkan, hal tersebut dibuktikan dengan tingkat peredarannya pada tahun 2020 yang hanya 4,86%, lebih kecil dibandingkan dengan hasil penelitian Universitas Brawijaya (Desember 2019) yang memprediksi bahwa kenaikan tarif cukai hasil tembakau pada 2020 dapat meningkatkan peredaran rokok ilegal menjadi 8% dan berdasarkan analisis kurva Laffer yang memproyeksi peredaran rokok ilegal naik jadi 6,6%.
Baca Juga: Nilai barang tegahan Bea Cukai mencapai Rp12,5 triliun per Juli 2021
Menurutnya, apabila pasar rokok ilegal berhasil ditekan, maka diharapkan rokok legal akan mengisi pasar tersebut, sehingga penerimaan cukai akan optimal. Berdasarkan penelitian Universitas Brawijaya peningkatan intensitas pengawasan berdampak terhadap penurunan peredaran rokok ilegal sebesar 29%.
Sementara itu, berdasarkan data penindakan Bea Cukai secara nasional, terjadi peningkatan terhadap intensitas dan kualitas penindakan, serta kinerja pengawasan Bea Cukai juga berdampak pada kepatuhan pengusaha industri hasil tembakau sehingga mampu menekan peredaran rokok ilegal.
Setali tiga uang, menurunnya rokok ilegal berkontribusi terhadap peningkatan penerimaan. Sejak lima tahun terakhir, penerimaan cukai hasil tembakau selalu melampaui target, mulai dari tahun 2016 dengan penerimaan cukai hasil tembakau sebesar Rp 138 triliun hingga tahun 2020 dengan penerimaan sebesar Rp 176 triliun.
Di sisi lain, Asko bilang, tingkat peredaran BKC di tengah pandemi Covid-19 dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya yaitu, resesi perekonomian dan penurunan daya beli yang mengakibatkan konsumsi minuman mengandung etil alkohol (MMEA) menurun, tendensi konsumen beralih ke barang yang lebih murah (BKC ilegal), dan peningkatan potensi resistensi masyarakat terhadap penindakan BKC.
Kemudian, pembatasan aktivitas masyarakat (PPKM dan WFH) juga mengakibatkan penurunan produksi BKC karena beberapa hal. Pertama pembatasan jumlah pekerja. Kedua, penurunan efektivitas pengawasan oleh petugas Bea Cukai.
Ketiga, penurunan konsumsi MMEA karena penutupan tempat hiburan malam serta restoran dan kafe yang tidak bisa dine in. Keempat pekerja sektor informal mengalami penurunan daya beli karena PPKM secara tidak langsung membatasi ekonomi sektor informal,, dan penurunan konsumsi MMEA golongan A karena penutupan tempat pariwisata.
Selain itu, kenaikan tarif cukai hasil tembakau 2021 mengakibatkan disparitas harga rokok legal dan ilegal semakin lebar sehingga konsumen cenderung memilih beralih ke barang yang lebih murah (BKC ilegal).
Baca Juga: Bea Cukai mengakui kenaikan tarif cukai rokok kerek peredaran rokok ilegal
Maka dari itu, berbagai strategi dilakukan Bea Cukai untuk operasi pengawasan di tengah pandemi dalam rangka terus menekan peredaran BKC ilegal.
Strategi tersebut diantaranya sinergi antar unit Bea Cukai dengan memaksimalkan kinerja di bidang pelayanan, kehumasan, dan kepatuhan internal, serta menggandeng instansi eksternal terkait seperti Asosiasi Pengusaha Legal, TNI/POLRI, dan Pemda untuk terus memperkuat sinergi pengawasan di lapangan.
Selain itu, terus berupaya beradaptasi dengan kondisi sosial seperti di tengah pandemi ini, Bea Cukai sebagai instansi pemerintah tetap mengedepankan sisi humanis dalam setiap kegiatan penegakan hukum untuk mengurangi potensi resistensi masyarakat.
Kemudian, tentunya Bea Cukai menerapkan fleksibilitas penggunaan strategi operasi. Operasi pasar yang dilakukan secara masif hanya dilakukan pada daerah dengan risiko sedang dan risiko rendah (berdasarkan laman https://covid19.go.id/peta-risiko).
Akan tetapi dalam hal berdasarkan pertimbangan ketersediaan SDM, ketersediaan anggaran untuk protokol kesehatan dan hasil koordinasi dengan APH serta pemda setempat tidak dimungkinkan, daerah dengan risiko sedang dapat menggunakan strategi yang sama dengan daerah risiko tinggi dengan meminimalisasi kerumunan dan kegiatan tatap muka.
"Dengan dilaksanakannya Operasi Gempur ini, Bea Cukai mengimbau masyarakat, terutama para pengusaha maupun pedagang BKC agar berhenti menawarkan, menjual, atau mengedarkan BKC ilegal, terutama rokok ilegal," ujar Askolani saat Konferensi Pers, Kamis (26/8).
Selanjutnya: Pemerintah susun struktur Badan Pangan Nasional, BUMN tetap jadi operator
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News