Sumber: Kompas.com | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Uji coba pelarangan sepeda motor di sepanjang Jalan MH Thamrin hingga Jalan Medan Merdeka Barat mengusik aktivitas warga Ibu Kota. Waktu perjalanan sebagian warga menjadi lebih lama, biaya lebih tinggi, serta kemacetan di jalan-jalan alternatif sekitar lokasi pelarangan terjadi.
Setelah genap sebulan diuji coba, pembatasan sepeda motor di sepanjang Jalan MH Thamrin hingga Jalan Medan Merdeka Barat menjadi kebijakan resmi sejak 18 Januari 2015.
Gubernur Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengklaim larangan ini mendorong lalu lintas menjadi lebih lancar karena hambatan jalan berkurang. ”Keuntungannya jelas menambah ruang gerak kendaraan. Kalau banyak sepeda motor, kendaraan tidak bisa disusun rapi,” kata Basuki.
Realitas di lapangan, kebijakan pembatasan sepeda motor ini melahirkan reaksi yang mendua bagi warga Jakarta dan sekitarnya. Menurut hasil jajak pendapat Litbang Kompas pertengahan minggu lalu, separuh responden menyatakan kegiatan keseharian mereka terpengaruh dengan pelarangan kendaraan bermotor.
Di dalam kelompok ini, sebagian besar adalah pengendara sepeda motor yang dulu biasa melewati ruas jalan yang sekarang dilarang. Separuh responden lainnya mengungkapkan uji coba ini tidak mengganggu aktivitas mereka.
Imbas yang paling dirasakan warga Ibu Kota adalah waktu perjalanan yang menjadi lebih lama. Sebanyak 46,7 persen responden yang aktivitasnya terganggu larangan ini harus memutar untuk menghindari jalan-jalan yang dianggap sebagai ”etalase Jakarta” itu.
Menurut Dahlan (42), yang membuka toko di rumah, pembatasan sepeda motor mengganggu jadwal rutinnya membeli barang-barang dagangan di kota. ”Merepotkan karena harus muter-muter mencari jalan,” keluh Dahlan, yang biasa menggunakan sepeda motor.
Akibat lain yang banyak dirasakan adalah kemacetan di beberapa tempat lain (23,0 persen), terutama jalan-jalan alternatif di sekitar ruas jalan yang terlarang bagi sepeda motor. Sebagian kecil peserta jajak pendapat (21,7 persen) mengaku ongkos transportasi yang harus dikeluarkan melonjak gara-gara harus membeli bahan bakar minyak lebih banyak karena macet ataupun karena harus mencari jalan memutar. Biaya transportasi pun meningkat.
”Jadi repot dan nambah ongkos transportasi. Waktu juga nambah,” kata Ratih (21), mahasiswi yang kerap bolak-balik antara Universitas Negeri Jakarta di Rawamangun dan Kebayoran.
Perluasan pembatasan
Zona pelarangan sepeda motor direncanakan diperluas. Pada masa mendatang, selain rute Thamrin-Medan Merdeka Barat, pembatasan juga akan dilakukan di Jalan Jenderal Sudirman, dari Bundaran Hotel Indonesia hingga depan Ratu Plaza. Keputusan perluasan ini masih menunggu evaluasi pelaksanaan uji coba pelarangan. Penambahan pembatasan juga baru akan dilakukan jika di lokasi itu angkutan umum sudah lebih siap.
Mendengar rencana ini, enam dari sepuluh responden menganggap penambahan area pembatasan sepeda motor makin menyulitkan mobilitas mereka sehari-hari. Waktu dan biaya transportasi akan lebih meningkat dibandingkan saat ini karena semakin diperlukan usaha ekstra mencari jalan alternatif.
Namun, 40 persen peserta jajak pendapat merasa perluasan pelarangan sepeda motor bakal berdampak positif.
”Sekarang jalan protokol lebih lancar. Mungkin lebih lancar lagi kalau pembatasan diperluas,” kata Ayu (18), pengguna mobil yang sering melintasi Jalan Jenderal Sudirman-MH Thamrin.
Enggan beralih
Pelarangan kendaraan roda dua melintas di jalan protokol selama ini bertujuan untuk mengurai kemacetan. Pembatasan juga dimaksudkan agar pengguna sepeda motor mau beralih ke angkutan umum. Namun, tak mudah mendorong pengguna sepeda motor yang biasa melintasi Jalan MH Thamrin ataupun Jalan Medan Merdeka Barat memakai kendaraan umum.
Keengganan sebagian besar pengendara sepeda motor bukan hanya karena alasan biaya transportasi yang menggunakan motor lebih murah ketimbang angkutan umum.
Kalaupun biaya transportasi saat mengendarai kendaraan pribadi, terutama sepeda motor, sama dengan kendaraan umum, sebagian warga tetap memilih menggunakan kendaraan pribadi. Belum tersedianya angkutan umum yang nyaman, cepat, dan aman menjadi alasan.
Dahlan adalah salah satu yang dengan tegas tidak mau beralih ke kendaraan umum. ”Repot harus gonta-ganti kendaraan. Habis waktu dan susah kalau bawa dagangan,” katanya.
Semoga evaluasi uji coba pelarangan nanti bisa menjadi bahan pertimbangan kebijakan ke depan. Jangan sampai kebijakan pelarangan sepeda motor menjadi buah simalakama bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. (BE Julianery/Litbang Kompas)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News