CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.527.000   14.000   0,93%
  • USD/IDR 15.675   65,00   0,41%
  • IDX 7.287   43,33   0,60%
  • KOMPAS100 1.121   3,73   0,33%
  • LQ45 884   -2,86   -0,32%
  • ISSI 222   1,85   0,84%
  • IDX30 455   -2,30   -0,50%
  • IDXHIDIV20 549   -4,66   -0,84%
  • IDX80 128   0,06   0,05%
  • IDXV30 138   -1,30   -0,94%
  • IDXQ30 152   -0,90   -0,59%

Larangan jual premium subsidi di tol tak efektif


Minggu, 03 Agustus 2014 / 16:45 WIB
Larangan jual premium subsidi di tol tak efektif
ILUSTRASI. Dapur tanpa kabinet dengan gantungan sederhana


Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) akan memberlakukan pelarangan penjualan premium bersubsidi di seluruh Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) jalan tol mulai 6 agustus besok.

Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya menjaga kuota bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi tidak lewat dari 46 juta kiloliter.

Pengamat Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengatakan langkah yang diambil pemerintah untuk mengerem kuota BBM tersebut dianggap tidak efektif. Kalaupun dilarang menjual premium bersubsidi di jalan tol, masyarakat akan mengisi BBM sebelum naik tol atau setelah keluar tol.

Hal ini pulalah yang terjadi ketika harga BBM bersubsidi dinaikkan tahun lalu.  Masyarakat sudah mengantri membeli BBM dan terjadi penimbunan.

Budaya masyarakat Indonesia yang seperti itu sulit dilepas. "Orang yang konsumsinya premium akan isi sebelum dan sesudah naik tol. Ini tidak cukup signifikan mengurangi pembelian subsidi," ujar Enny ketika dihubungi KONTAN, Minggu (3/8).

Memang, menurut Enny, akan terjadi pengurangan konsumsi BBM dengan berbagai tindakan yang dilakukan BPH Migas tersebut. Namun pengurangan yang terjadi tidak signifikan.

Dirinya menjelaskan, apabila pemerintah ingin agar volume BBM tidak melampaui target, ada dua hal yang bisa dilakukan. Pertama, optimalkan penggunaan BBM bersubsidi tepat sasaran. Jangan sampai bocor ke non subsidi seperti sektor perkebunan atau industri.

Perlu pengetatan dan penegakan yang disiplin untuk melakukan hal ini. Pertamina dalam hal ini sangat bisa melakukan upaya pengetatan.

Kedua, bangun transportasi publik. "Apabila ingin orang tidak mengkonsumsi BBM, maka harus ada transportasi umum," tandasnya. Selain itu, pembangunan SPBU gas perlu diperluas.

Sebagai informasi, pemerintah melakukan berbagai upaya untuk menjaga kuota BBM yang diantaranya , mulai Jumat kemarin (1/8) seluruh SPBU di Jakarta Pusat dilarang menjual solar bersubsidi.

Kemudian, mulai 4 Agustus besok penjualan BBM solar bersubsidi di seluruh SPBU wilayah Jawa, Sumatera, Bali, dan Kalimantan akan dibatasi yaitu mulai pukul 08.00-16.00 untuk cluster tertentu. Penentuan cluster difokuskan untuk kawasan industri, pertambangan, perkebunan dan wilayah lainnya yang dekat dengan pelabuhan yang rawan penyalahgunaan solar bersubsidi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×