kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Inilah 4 masalah besar yang menanti Jokowi-JK


Rabu, 23 Juli 2014 / 11:14 WIB
Inilah 4 masalah besar yang menanti Jokowi-JK
ILUSTRASI. Rose quartz, adalah salah satu batuan kristal populer yang dikenal bisa membawa manfaat mujur dalam bidang percintaan bagi pemiliknya.


Reporter: Adinda Ade Mustami, Agus Triyono, Dea Chadiza Syafina, Dikky Setiawan, Mimi Silvia, Rani Nossar, Risky Widia Puspitasari | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Berbagai masalah besar akan langsung dihadapi oleh pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla setelah sah menjadi pemenang pemilihan presiden (pilpres) tahun 2014. Kabinet yang terbentuk nanti harus menyelesaikan sejumlah persoalan, termasuk utang-utang politik yang menjadi janji-janji dalam kampanyenya.

Berikut ini adalah empat masalah besar yang harus dihadapi termasuk berbagai kebijakan prioritas yang bisa dilakukan Jokowi-JK dalam kepemimpinannya lima tahun mendatang;

1. Masalah energi 

* Subsidi energi yang terus membengkak.Tahun 2007, realisasi subsidi BBM hanya Rp 83,79 triliun dan listrik sebanyak Rp 33,07 triliun. Tahun 2013, realisasi subsidi BBM sudah mencapai Rp 210 triliun dan listrik mencapai Rp 100 triliun. Dalam APBN-P 2014, subsidi energi sudah mencapai Rp 453,3 triliun. Perinciannya: subsidi BBM sebesar Rp 350,3 triliun, subsidi listrik Rp 103 triliun. 
* Program konversi BBM subsidi ke gas di sektor transportasi, industri, dan konsumen rumah tangga yang mandek. 

Kebijakan prioritas
- Mengurangi beban subsidi BBM, misalnya menaikkan harga BBM bersubsidi secara bertahap, mengurangi penggunaan BBM bersubsidi di pembangkit listrik dan menggantikannya dengan pembangkit berbahan bakar batubara, gas, panas bumi, air, hingga energi terbarukan lainnya.
- Pembangunan infrastruktur stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) dan mobile refueling unit (MRU) massal bersamaan dengan produksi kendaraan dual fuel yang bisa menggunakan BBM sekaligus gas. Saat ini, baru ada 32 SPBG dan 6 MRU. Rencananya, pada 2014 ini akan jadi 71 unit SPBG dan 13 MRU

2. Masalah pangan

* Sebagai negara agraris, Indonesia seharusnya memprioritaskan pembangunan berbasiskan sektor pertanian. Yang terjadi justru sebaliknya: selama 10 tahun terakhir, laju pertumbuhan ekonomi didominasi konsumsi rumah tangga dan sektor jasa, bukan industri manufaktur dan pertanian yang berorientasi ekspor. Serbuan hortikultura impor tak terbendung lantaran pengelolaan produk pertanian di negara lain lebih baik sehingga berdampak pada harga jual yang lebih murah.

Kebijakan prioritas
- Membatasi impor komoditas pangan agar pengendalian harga dan kesejahteraan petani berjalan. Jangka panjang, peningkatan kapasitas produksi pangan mutlak harus dilakukan dengan menambah area sawah dan pengembangan teknologi.
- Perlu segera meningkatkan produksi pangan lokal dengan pembukaan lahan baru di Kalimantan dan Papua, karena perluasan lahan pertanian di Jawa sangat sulit.

3. Masalah infrastruktur

* Pada 2013, alokasi dana infrastruktur di APBN hanya 3,8% dari total belanja APBN. Tahun ini, dana infrastruktur malah turun hanya 2,3% dari total anggaran. Dibandingkan dengan negaral lain seperti Tiongkok yang menganggarkan dana 11% dan India 7%, jelas kita tertinggal jauh. Proyek tol Trans Jawa yang dirintis 13 tahun semisal, masih dalam proses lelang akibat kendala pembebasan tanah. The Global Competitiveness Report 2013-2014 menempatkan infrastruktur Indonesia di peringkat 61 dari 144 negara, di bawah Thailand yang berada di posisi 47 dan Malaysia di peringkat ke-29

Kebijakan prioritas
- Menambah alokasi dana infrastruktur.
- Memperkuat instrumen hukum pembebasan lahan.
- Menurunkan biaya logistik hingga 20%. 
- Adanya dana alokasi khusus ke daerah untuk infrastruktur.

4. Masalah pasar bebas ASEAN (MEA)

* Tahun 2015, Masyarakat Ekonomi ASEAN berlaku. Sesuai data Kementerian Perindustrian, hanya 31,26 % industri manufaktur Indonesia yang memiliki daya saing di pasar ASEAN. Sisanya tak siap hadapi MEA.

Kebijakan prioritas
- Pemerintah harus meninjau ulang penerapan MEA karena hanya dua negara ASEAN yang setuju, yakni Malaysia dan Singapura.
- Penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) di banyak sektor industri. 
- Pengunaan SNI ini akan membantu melindungi perusahaan Indonesia dan akan menyaring produk yang masuk.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×