Reporter: Benedictus Bina Naratama, Noverius Laoli, Umar Idris | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Jalur kepailitan di pengadilan bak kuburan bagi nasabah investasi bermasalah. Alih-alih dana kembali, aset operator investasi bermasalah acap kopong belaka. Alhasil, nilai aset itu tak cukup untuk mengganti dana nasabahnya.
Namun, jalur pengadilan ini tetap menjadi pilihan yang ditempuh oleh sejumlah nasabah untuk menuntut pengembalian dananya. Yang terbaru, Ribka, investor investasi emas menggugat pailit PT Golden Makmur Citra Sejahtera (GMCS). Ribka memasukkan gugatannya ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, 13 Januari 2015. Pekan ini, sidang gugatan itu sudah memasuki tahap kesimpulan.
Menurut kuasa hukum Ribka, Theresia Purba, GMCS memiliki utang Rp 1,12 miliar dari hasil pengelolaan dana investasi kliennya. Selain itu, GMCS juga belum memberikan keuntungan senilai Rp 357,5 juta per bulan.
Theresia menjelaskan, Ribka telah menanamkan dana investasinya di GMCS sejak Januari 2013. Pada tahap awal, Ribka menyetor dana investasi Rp 3,4 miliar. "Sesuai ketentuan, pemohon berhak dapat keuntungan bagi hasil dari investasi emas hingga kontrak berakhir 21 Januari 2014," kata Theresia, dalam berkas permohonan, Senin (23/2).
Namun, hingga masa kontrak berakhir, GMCS hanya mengembalikan Rp 2,28 miliar. Sisa dana Rp 1,12 miliar dan imbal hasil yang dijanjikan Rp 357,5 juta per bulan tak pernah dibayar.
Toh, Kuasa hukum GMCS Djamalluddin Koedoeboen membantah kliennya memiliki utang kepada Ribka. "Termohon telah membayar sebagian utang, sehingga nilainya tidak seperti didalilkan pemohon," katanya, di berkas jawaban.
Catatan KONTAN, per Januari 2014, GMCS gagal memenuhi kewajiban kepada 1.700 nasabah. Total tunggakannya sekitar Rp 280 miliar.
Nah, pilihan jalur kepailitan sebenarnya pilihan yang pelik. Maklum, berkaca pada kasus-kasus sebelumnya, sejumlah gugatan nasabah investasi bermasalah di jalur kepailitan ini acap berbuah pahit.
Lihat saja nasib dana nasabah PT Gold Bullion Indonesia (GBI). Aset perusahaan investasi emas yang dinyatakan pailit akhir April 2014 nyaris nol. Padahal, total dana nasabah yang masih nyantol di GBI ditaksir mencapai sekitar Rp 1,2 triliun.
Begitu pula dengan nasabah PT Qurnia Subur Alam Raya (QSAR). Mereka hanya bisa gigit jari karena aset QSAR yang dipailitkan pada 11 Juni 2013 itu, jauh dari kata cukup untuk mengganti semua kerugian nasabah.
Dus, kepailitan ibarat menjadi jalur bebas bagi pengelola investasi bermasalah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News