Reporter: Noverius Laoli | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Pihak kurator PT Metro Batavia menilai penjualan aset Batavia menjelang pailit adalah perbuatan melawan hukum (PMH) dan merugikan kreditur. Karena itu Kurator mengajukan gugatan actio pauliana untuk menggugat penjualan dua aset properti milik maskapai penerbangan yang sudah pailit tersebut. Kurator menuturkan pengadilan membatalkan penjualan aset tersebut karena menjadi boedoel pailit.
Gugatan actio pauliana diajukan dengan pertimbangan bahwa pengalihan dua aset yakni Gudang Logistik di Kawasan Bandara Mas, Tangerang, Banten dan Kantor Pusat Perusahaan di daerah Juanda Jakarta Pusat, dinilai sebagai PMH.
"Kami meminta pengadilan membatalkan perjanjian jual beli tersebut," ujar salah seorang Kurator Batavia Turman Panggabean dalam berkas gugatannya.
Gugatan tersebut didaftarkan dalam dua perkara karena yang digugat adalah dua abyek yang berbeda. Gugatan ini diftarkan dengan nomor 01/PDT.SUS-Actio Pauliana/2014/Pn.Jkt.Pst dan nomor 02/PDT.SUS-Actio Pauliana/2014/Pn.Jkt.Pst. Pada gugatan pertama, kurator mengatakan aset-aset properti Metro Batavia diatas namakan Yudiawan Tansari yang adalah Direktur Utama Metro Batavia.
Yudiawan dinilai memiliki itikad tidak baik karena mengalihkan tanah dan bangunan gedung logistik, Bandara Mas kepada Riani Tansari yang adalah saudara kandungnya.
Pengalihan aset itu dinilai sebagai PMH karena dapat merugikan kreditur Metro Batavia. Apalagi Riani kemudian mengalihkan lagi gedung itu ke Ignatius Vendy, yang adalah orang kepercayaan Yudiawan. Kurator menilai aset tersebut seharusnya sebagai boedel pailit. Maka pengalihan aset itu harus dibatalkan.
Sementara pada gugatan kedua, Kurator menyebutkan delapan hari pasca Batavia dimohonkan pailit oleh International Lease Finance Corporation (ILFC), Yudiawan mengalihkan tanah dan bangunan kantor pusat kepada Rio Sulysto yang menurut Kurator adalah keponakan Yudiawan yang menjabat direksi di Putra Bandara Mas.
Setelah itu, Rio lalu mengalihkan gedung itu kepada Harun Sebastian pada 28 Januari 2013 dengan harga Rp 27,5 miliar. Kurator meminta perjanjian jual beli dibatalkan dan gedung tersebut dimasukkan dalam boedel pailit. Penggugat juga mendasarkan dalilnya pada Pasal 41 dan Pasal 42 UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU.
Kuasa hukum Yudiawan,Tri Hartanto dalam jawabannya mengatakan gugatan kurator itu tidak jelas alias kabur. Pasalnya, bangunan di Juanda adalah milik Yudiawan dan bukan milik Batavia. Meskipun selama ini, Batavia menjadikan tanah dan bangunan itu sebagai kantornya, tapi bukan berarti tanah dan gedung itu milik Batavia. Dengan demikian penjualan tanah tersebut sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Sementara itu kuasa hukum PT Putra Bandara Mas, Imran Nating menilai kliennya membeli tanah tersebut sudah sesuai dengan hukum yang berlaku. Pasalnya, tanah dan bangunan yang ada di Jalan Juanda itu atas nama Yudiawan dan bukan atas nama Batavia. "Jadi gugatan penggugat kabur dan tidak jelas," ujarnya dalam jawabannya.
Sengketa ini sudah memasuki agenda jawaban dari tergugat di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada Selasa (8/4) pekan lalu.
Seperti diketahui, Metro Batavia yang lebih dikenal sebagai Batavia Air dinyatakan pailit pada 30 Januari 2013 karena berutang US$ 4,68 juta kepada ILFC. Seiring bertambahnya jumlah kreditur, besaran utang juga meningkat menjadi sekitar Rp 2,5 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News