kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

KSPI tolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan dan ancam dorong audit forensik


Senin, 02 September 2019 / 14:59 WIB
KSPI tolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan dan ancam dorong audit forensik
ILUSTRASI. KSPI tolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan dan ancam dorong audit forensik


Reporter: Vendi Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Alasannya, kenaikan iuran itu membebani masyarakat.

Presiden KSPI Said Iqbal bilang, selain membebani masyarakat, Ia menilai selama ini pemerintah tidak pernah terbuka apa saja penyebab defisit tersebut.

Baca Juga: Defisit BPJS Kesehatan bisa mencapai Rp 77,9 triliun pada 2024 bila iuran tak naik

 "Jangan berikan beban tambahan rakyat yang saat ini sudah sengsara," kata Said saat Konferensi Pers di Gedung LBH Jakarta, Senin (2/9).

Said mengatakan, kenaikan iuran seharusnya didahului dengan public hearing (dengar pendapat publik). Sebab, BPJS bukan hanya BUMN yang dimiliki negara. Tetapi milik tiga unsur yakni pemerintah, pengusaha dan rakyat.

Lebih lanjut Said bilang, pihaknya akan mendorong Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membentuk panitia khusus untuk melakukan audit forensik jika pemerintah tetap menaikkan iuran BPJS Kesehatan.

Direktur Eksekutif Jamkeswatch Iswan Abdullah menambahkan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan akan membuat peserta BPJS dari kelas satu dan kelas dua beralih ke kelas tiga.

Iswan mengatakan, untuk mengatasi defisit kesehatan dapat dilakukan dengan mendaftarkan seluruh buruh yang saat ini sebanyak 54 juta dalam kepesertaan BPJS Kesehatan. Pasalnya, saat ini baru sekitar 19 juta buruh yang terdaftar dalam kepesertaan BPJS Kesehatan.

Baca Juga: Iuran BJPS Kesehatan naik, daya saing industri kimia akan melemah

"Kalau semua buruh terkaver BPJS Kesehatan maka pendapatan BPJS dapat mencapai Rp 98 triliun," ungkap dia.

Ia mengatakan, banyaknya buruh yang belum terdaftar karena perusahaan merasa sudah menanggung beban operasional perusahaan yang besar.

Iswan menduga, terjadinya defisit saat ini karena terdapat mafia praktik obat di rumah sakit - rumah sakit mitra BPJS Kesehatan. "Ini semua harus dibenahi," ujar Iswan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×